Minggu, 03 Juli 2016

Makalah Teori Belajar Humanistik dan Teori Belajar Kognitif

TUGAS INDIVIDU
KUMPULAN
 RESUME MAKALAH
PSIKOLOGI PENDIDIKAN







Oleh:
Nama : Siti Amini Haris
NIM   : 20700114045
Kelas : Pendidikan Matematika 3,4






JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2016
KATA PENGANTAR
http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTXSpM92qc9Zqdou3Bd4fXd5QNlHJnPtyhas85qQi29Uk9kKv-3Kw
            Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertema “Pendugaan Parameter ini. Tak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nantikan syafaat nya di hari kiamat nanti.
Penulis yang merupakan mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UIN-AM) yang ditugaskan untuk membuat makalah dengan tema “Pendugaan Parameter. Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah wajib untuk setiap mahasiswa dalam ruang lingkup Jurusan Pendidikan Matematika kelas 3-4, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Makalah ini membahas mengenai pengertian pendugaan dan penduga, cirri-ciri penduga yang baik dan jenis-jenis pendugaan.
Makalah ini tidak serta merta dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu yang telah ikut andil dalam proses penyelesaian makalah ini baik langsung maupun tidak langsung.
            Penulis menyadari bahwa sekeras apapun usaha yang dilakukan,       ketidaksempurnaan pasti mengiringinya, karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT semata. Begitupun dalam penulisan makalah ini yang masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga dalam penulisan berikutnya dapat lebih baik dari makalah ini. Akhir kata, semoga segala usaha kita dapat bernilai ibadah dan mendapat ridho di sisi-Nya, Amin ya Rabb…
Makassar, Mei 2016
                                                                                               
Kelompok V
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................       i
DAFTAR ISI......................................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................      1           
B.     Rumusan Masalah...................................................................................      2
C.     Tujuan Penulisan.....................................................................................      2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendugaan dan Penduga.......................................................      3
B.     Ciri-ciri Penduga yang Baik.................................................................... .    4
C.     Jenis-jenis Pendugaan.............................................................................      8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.............................................................................................    13
Daftar Pustaka....................................................................................................    14

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Belajar  adalah  key  term,  'istilah  kunci'  yang  paling  vital  dalam  setiap  usaha pendidikan.  Belajar  merupakan  suatu  aktivitas  mental/psikis  yang  berlangsung  dalam interaksi  aktif  dengan  lingkungan,  yang  menghasilkan perubahan­ perubahan dalam pengetahuan,  pemahaman,  keterampilan,  nilai  sikap,  dan perubahan  itu  bersifat  secara relatif konstans dan membekas.
Pribadi  manusia  itu  dapat  berubah  karena  dipengaruhi  oleh  sesuatu,  karena  itu  ada usaha  untuk  mendidik  pribadi  dan  membentuk  pribadi.  Belajar  juga  memainkan  peran penting  dalam  mampertahankan  kehidupan  sekelompok  umat  manusia  (bangsa)  di  tengah­ tengah  persaingan  yang  semakin  ketat  di  antara  bangsa­bangsa  lainnya  yang  lebih  dahulu maju  karena  belajar.  Akibat  persaingan  tersebut,  kenyataan  tragis  bisa  pula  terjadi  karena belajar.
Menurut  Muhibbin  Syah,  seorang  peserta  didik  yang  menempuh  proses  belajar, idealnya  ditandai  oleh  munculnya  pengalaman­pengalaman  psikologis  baru  yang  positif, yaitu  pengalaman­pengalaman  bersifat  kejiwaan  yang  diharapkan  dapat  mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif (merusak). Namun,  banyak  ditemukan  proses  pembelajaran terjadi  tanpa  memperhatikan kondisi psikologis  siswa. Sejauh  ini, masih banyak  teori belajar  lebih menekankan peranan lingkungan dan faktor­faktor kognitif dalam proses belajar mengajar. Hal demikian tampak ketika    peserta  didik  belajar  sangat  dipengaruhi  oleh  bagaimana  dia  berpikir.  Guru  hanya mengidentifikasi  apa  yang  penting,  sulit,  atau  sesuatu  yang  belum  dikenal,  dan membangkitkan  informasi  yang  telah  dipelajari.  Hal  ini  juga  terlihat  dari  metode  yang digunakan  guru  masih  bersifat  konvensional,  yaitu  ceramah  dan  hafalan  tanpa memperhatikan  faktor  nilai  yang  melekat  pada  diri  siswa,  sehingga  interaksi  cenderung bersifat teacher centered (berpusat pada guru).
Untuk  mengembangkan  hal  tersebut,  seharusnya  dalam  suatu  sistem  pendidikan siswa  tidak  harus  menyesuaikan  dengan  kurikulum  (siswa  untuk  kurikulum),  tetapi sebaliknya,  kurikulum  untuk  siswa.  Artinya,  orientasi  belajar  bukan menyelesaikan materi, akan  tetapi  lebih  menekankan  pada  proses  penerimaaan  materi.  Seperti  yang  diungkapkan oleh aliran teori humanistik, orientasi belajar dalam proses pembelajaran harus berhulu dan bermuara  pada  manusia  itu  sendiri.  Aliran  humanistik  memandang  bahwa  belajar  bukan sekedar  pengembangan  kualitas  kognitif  saja,  melainkan  juga  sebuah  proses  yang  terjadi dalam  diri  individu  yang  melibatkan  seluruh  domain  yang  ada.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami angkat pada makalah ini, yaitu :
1.      Bagaimana konsep teori  belajar humanistik?
2.      Bagaimana tokoh-tokoh teori belajar humanistik?
3.      Bagaimana kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik?
4.      Bagaimana model pembelajaran humanistik?
5.      Bagaimana aplikasi teori belajar humanistik dalam proses pembelajaran?
6.      Bagaimana implikasi teori belajar humanistik dalam proses pembelajaran?
7.      Bagaimana konsep teori  belajar kognitif?
8.      Bagaimana tokoh-tokoh teori belajar kognitif?
9.      Bagaimana kelebihan dan kekurangan teori belajar kognitif?
10.  Bagaimana aplikasi teori belajar kognitif dalam proses pembelajaran?
11.  Bagaimana implikasi teori belajar kognitif dalam proses pembelajaran?

C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Untuk mengetahui konsep teori  belajar humanistik.
2.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh teori belajar humanistik.
3.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik.
4.      Untuk mengetahui model pembelajaran humanistik.
5.      Untuk mengetahui aplikasi teori belajar humanistik dalam proses pembelajaran.
6.      Untuk mengetahui implikasi teori belajar humanistik dalam proses pembelajaran.
7.      Untuk mengetahui konsep teori  belajar kognitif.
8.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh teori belajar kognitif.
9.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar kognitif.
10.  Untuk mengetahui aplikasi teori belajar kognitif dalam proses pembelajaran.
11.  Untuk mengetahui implikasi teori belajar kognitif dalam proses pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori Belajar Humanistik
            Beberapa psikolog pada waktu yang sama tidak menyukai uraian aliran psikodinamika dan behaviouristik tentang kepribadian. Mereka merasa bahwa teori-teori ini mengabaikan kualitas yang menjadikan manusia itu berbeda dari binatang, seperti misalnya mengupayakan dengan keras untuk menguasai diri dan merealisasi diri. Di tahun 1950-an, beberapa psikolog aliran ini mendirikan sekolah psikologi yang disebut dengan humanisme.
            Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka.
1        Konsep Teoi Belajar Humanistik
            Teori  belajar  humanistik  pada  dasarnya  memiliki  tujuan  belajar  untuk memanusiakan  manusia.  Oleh  karena  itu  proses  belajar  dapat  dianggap  berhasil apabila  si pembelajar  telah  memahami  lingkungannya  dan  dirinya  sendiri.  Artinya  peserta  didik mengalami  perubahan  dan  mampu  memecahkan  permasalahan  hidup  dan  bisa menyesuaikan  diri  dengan  lingkungannya.Dengan  kata  lain,  si  pembelajar  dalam  proses belajarnya  harus  berusaha  agar  lambat  laun  ia  mampu  mencapai  aktualisasi  diri  dengan sebaik­baiknya. Tujuan  utama  para  pendidik  adalah membantu  siswa  untuk  mengembangkan  dirinya,  yaitu  membantu  masing­masing  individu untuk  mengenal  diri  mereka  sendiri  sebagai manusia  yang unik dan membantu dalam mewujudkan  potensi­potensi  yang ada dalam diri mereka.
            Awal  timbulnya  psikologi  humanistis  terjadi  pada  akhir  tahun  1940­an  yaitu munculnya  suatu  perspektif  psikologi  baru.  Orang­orang  yang  terlibat  dalam  penerapan psikologilah  yang  berjasa  dalam  pengembangan  ini.  Misalnya;  ahli­ahli  psikologi  klinik, pekerja­pekerja  sosial,  konselor,  bukan  merupakan  hasil  penelitian  dalam  bidang  proses belajar.  Gerakan  ini  berkembang  dan  kemudian  dikenalkan  dengan  psikologi  humanistis, eksternal,  perseptual  atau    fenomenologikal.  Psikologi  ini  berusaha  memahami  perilaku seseorang  dari  sudut  perilaku  (behavior),  bukan  dari  pengamat  observer.  Dalam  dunia pendidikan  aliran  humanisme  muncul  pada  tahun  1960  sampai  dengan  1970­an  dan mungkin  perubahan­perubahan  dan  inovasi  yang  terjadi  selama  dua  dekade  yang  terakhir pada abad ke­20 ini pun juga akan menuju pada arah ini.
            Perhatian  psikologi  humanistik  terutama  tertuju  pada  masalah  bagaimana  tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan  kepada  pengalaman­pengalaman  mereka  sendiri.  Menurut  para  pendidik  aliran  humanistis penyusunan  dan  penyajian  materi  pelajaran  harus  sesuai  dengan  perasaan  dan  perhatian siswa.  Gerakan  munculnya  psikologi  humanistik  disebabkan  oleh  semacam  kesadaran bersama  beranggapan  bahwa  pada  dasarnya  tidak  ada  teori  psikologi  yang  berkemampuan menjelaskan manusia sebagai suatu totalitas dan yang sewajarnya mengfungsikan manusia. Mereka  meyakini  bahwa  tiap  individu  pada  dasarnya  mempunyai  kapasitas  serta  dorongan sendiri untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya.
            Menurut  aliran  humanistik,  para  pendidik  sebaiknya  melihat  kebutuhan  yang  lebih tinggi  dan  merencanakan  pendidikan  dan  kurikulum  untuk memenuhi  kebutuhan­kebutuhan  ini.  Beberapa  psikolog  humanistik  melihatbahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan juga  belajar . Teori  humanisme  berfokus  pada  sikap  dari  kondisi  manusia  yang mencakup  kesanggupan  untuk  menyadari  diri,  bebas  memilih  untuk  menentukan  nasib sendiri,  kebebasan  dan  bertanggung  jawab,  kecemasan  sebagai  suatu  unsur  dasar pencarian.  Perkembangan  pribadi  yang  muncul berdasarkan keunuikan masing-masing individu.Teori ini berfokus pada saat sekarang dan menjadi apa seorang itu dimasa  depan. Pendekatan  ini  menyajikan  kondisi  untuk  memaksimalkan  kesadaran  diri  dan perkembangan.  Menghapus  penghambat  aktualisasi  potensi  pribadi.  Membantu  siswa menemukan  dan  menggunakan  kebebasan  memilih  dengan  memperluas  kesadaran  diri  dan bertanggung  jawab  atas  arah  kehidupanya  sendiri.  Teori  belajar  ini berusaha  memahami  perilaku  belajar  dari  sudut  pandang  pelakunya,  bukan  dari  sudut pandang pengamatnya. 
            Konsep pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkem-bangan positif.  Pendekatan  yang  berfokus  pada  potensi  manusia  untuk  mencari  dan  menemukan kemampuan  yang  mereka  punya  dan  mengembangkan  kemampuan  tersebut.  Hal  ini mencakup  kemampuan  interpersonal  sosial  dan  metode  untuk  pengembangan  diri  yang ditujukan  untuk  memperkaya  diri,  menikmati  keberadaan  hidup  dan  juga  masyarakat. Keterampilan  atau  kemampuan  membangun  diri  secara  positif  ini  menjadi  sangat  penting dalam  pendidikan  karena  keterkaitannya  dengan  keberhasilan  akademik.
            Keleluasaan  untuk  memilih  apa  yang  akan  dipelajari  dan  kapan  serta  bagaimana mereka  akan  mempelajarinya  merupakan  ciri  utama  pendekatan  humanisme.  Bertujuan untuk  membantu  siswa  menjadi  self­directed  serta  self­motivated  leaner.  Penganut  paham ini  yakin  bahwa  siswa  akan  bersedia  melakukan  banyak  hal  apabila  mereka    memiliki motivasi  yang  tinggi  dan  mereka  diberi  kesempatan  untuk  menentukan  apa  yang  mereka inginkan.  Pengertian  humanisme  yang  beragam  membuat  batasan­batasan  aplikasinya dalam  dunia  pendidikan  mengundang  berbagai  macam  arti  pula.  Kata  humanisme  dalam pendidikan,  dalam  artikel  “what  is  humanistic  education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai  pendekatan­pendekatan  ini  terangkum  dalam  psikologi  humanism.
            Nilai­nilai  penting  yang  ditumbuh kembangkan  dalam  pendidikan  humanistik sebagai berikut :
1)      Kejujuran (tidak menyontek, tidak merusak, dan bisa dipercaya).
2)      Menghargai  hak  orang  lain  (menerima  dan  menghormati  perbedaan  individu  yang  ada, mau  mendengarkan  orang  lain,  menolong  orang  lain,  dan  bisa  berempati  terhadap problem orang lain).
3)      Menjaga  lingkungan  (menghemat  penggunaan  listrik,  gas,  kayu,  logam, kertas dan sebagainya. Menjaga barang milik sendiri ataupun milik orang lain).
4)      Perilaku  (mau  berbagi,  menolong  orang  lain,  ramah  terhadap  orang  lain,  dan  berlaku pantas didepan publik).
5)      Perkembangan  pribadi  (menjalankan  tanggung  jawab,  menghargai  kesehatan  dan kebersihan  fisik,  mengembangkan  bakat  yang  dimiliki  secara  optimal,  mengembangkan rasa  hormat  dan  rasa  bangga  terhadap  diri  sendiri,  mengontrol  perilaku,  memiliki  sikap berani, terhormat dan patriotik, serta menghargai keindahan).

            Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang
terdapat  dalam  dominan  efektif,  misalnya  keterampilan  membangun  dan  menjaga  relasi
yang  hangat  dengan  orang  lain,  bagaimana  mengajarkan  kepercayaan,  penerimaan,
kesadaran,  memahami  perasaan  orang  lain,  kejujuran  interpersonal,  dan  pengetahuan
interpersonal  lainnya.  Intinya  adalah  meningkatkan  kualitas  keterampilan  interpersonal
dalam  kehidupan  sehari­hari.  Selain  menitik  beratkan  pada  hubungan  interpersonal,  para pendidiknya  yang  beraliran  humanisme  juga  mencoba  untuk  membuat  pembelajaran  yang membantu  anak  didik  untuk  meningkatkan  kemampuan  dalam  membuat,  berimajinasi, mempunyai  pengalaman,  berintuisi,  merasakan,  dan  berfantasi.  Pendidik  humanisme mencoba  untuk  melihat  dalam  spektrum  yang  lebih  luas  mengenai  perilaku  manusia.
            Melihat  hal­hal  yang  diusahakan  oleh  para  pendidik  humanisme,  tampak  bahwa pendekatan  ini  mengedepankan  pentingnya  emosi  dalam  dunia  pendidikan.  Jadi  bias dikatakan  bahwa  emosi  adalah  karakteristik  yang  sangat  kuat  yang  nampak  dari  para  pendidik  beraliran  humanisme.  Karena  berfikir  dan  merasakan  saling  beriringan, mengabaikan  pendidikan  emosi  sama  dengan  mengabaikan  salah  satu  potensi  terbesar manusia.  Kita  dapat  belajar  menggunakan  emosi  kita  dan  mendapat  keuntungan  dari pendekatan  humanisme  ini  sama  seperti  yang  ingin  kita  dapatkan  dari  pendidikan  yang menitik beratkan kognitif.

2        Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik
a.      Arthur Combs (1912-1999)
Arthur Combs bersama Donald Syngg menyatakan bahwa belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya, bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak disukai oleh siswa, sehingga siswa belajar sesuai dengan apa yag diinginkan tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut terjadi tidak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yag tidak akan memberikan kepuasan bagi dirinya.
Dengan demikian, pembelajar harus lebih memahami perilaku pemelajar dengan mencoba memahami dunia persepsi pembelajar tersebut sehingga apabila ingin merubah keyakinan atau pandangan yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa pemelajar mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa diri pemelajar untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkan dengan lingkungannya.
b.      Abraham Maslow (1908-1970)
Teori kebutuhan Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu selalu terdapat dua hal : suatu usaha yang positif untuk berkembang; dan kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri maisng-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju kearah keutuhan, keunikan diri, kearah berfungsinya semua kemampuan, kearah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkam rasa aman dan seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
Implikasi  teori  ini  terhadap  pembelajaran  sangat  penting,  guru  harus memperhatikan  teori  ini,  apabila  guru  menemukan  kesulitan  untuk  memahami  mengapa anak­anak  tertentu  tidak  mengerjakan  tugas,  mengapa  anak  tidak  dapat  tenang  dalam  kelas atau  bahkan  tidak  memiliki  motivasi  dalam  belajar.  Menurut  Maslow  guru  tidak  dapat menyalahkan  kesalahan  ini  secara  langsung  pada  si  anak,  bisa  jadi  beberapa  kebutuhan anak belum terpenuhi secara baik.



c.       Carl Ransom Rogers (1902-1987)
Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal  8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak.
Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
ü  Kognitif (kebermaknaan)
ü  experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered),  teori yang berpusat pada kelompok (group centered), danperson to person). Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.


Asumsi dasar teori Rogers adalah:
Ø  Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
Ø  Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

3        Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik
Di  bawah  ini  akan  dijelaskan  kelebihan  dan  kelamahan  teori  belajar  humanistik,  sebagai berikut :
a.       Kelebihan teori belajar humanistik
ü  Pembelajaran  dengan  teori  ini  sangat  cocok  diterapkan  untuk  materi­materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
ü  Indikator  dari  keberhasilan  aplikasi  ini  ialah  siswa  merasa  senang  bergairah, berinisiatif  dalam  belajar  dan  terjadi  perubahan  pola  pikir,  perilaku  dan  sikap  atas kemauan sendiri.
ü  Siswa  diharapkan menjadi manusia  yang  bebas,  berani,  tidak  terikat  oleh  pendapat orang  lain  dan  mengatur  pribadinya  sendiri  secara  tanggung  jawab  tanpa mengurangi  hak­hak  orang­orang  lain  atau  melanggar  aturan,  norma,  disiplin,  atau etika yang berlaku.
b.      Kelemahan teori belajar humanistik
Karena dalam  teori  ini guru  ialah  sebagai  fasilitator maka kurang  cocok menerapkan yang pola pikirnya kurang aktif atau pasif. Karena bagi siswa yang kurang aktif, dia akan  takut  atau  malu  untuk  bertanya  pada  gurunya  sehingga  dia  akan  tertinggal oleh  teman­temannya  yang  aktif  dalam  kegiatan  pembelajaran,  padahal  dalam  teori ini  guru  akan  memberikan  respons  bila  murid  yang  diajar  juga  aktif  dalam menanggapi  respons  yang  diberikan  oleh  guru.  Karena  siswa  berperan  sebagai pelaku  utama  (student  center)  maka  keberhasilan  proses  belajar  lebih  banyak ditentukan  oleh  siswa  itu  sendiri,  peran  guru  dalam  proses  pembentukan  dan pendewasaan kepribadian siswa menjadi berkurang.
4        Model Pembelajaran Humanistik
·         Humaning  Of  The  Classroom,  ini  dilatarbelakangi  oleh  kondisi  sekolah  yang  otoriter, tidak  manusiawi,  sehingga  menyebabkan  peserta  didik  putus  asa  yang  akhirnya mengakhiri  hidupnya.  Kasus  ini  banyak  terjadi  di  Amerika  Serikat  dan  Jepang. Humaning  Of  The  Classroom  ini  dicetuskan  oleh  Jhon  P.  Miller  yang  terfokus  pada pengembangan  model  pendidikan  afektif.  Pendidikan  model  ini  tertumpu  pada  tiga  hal, yaitu:  menyadari  diri  sebagai  suatu  proses  pertumbuhan  yang  sedang  dan  akan  terus berubah,  mengenali  konsep  dan  identitas  diri,  dan  menyatupadukan  kesadaran  hati  dan pikiran.  Perubahan  yang  dilakukan  terbatas  pada  subtansi  materi  saja,  tetapi  yang  lebih penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi.
·         Active Learning dicetuskan oleh Melvin L. Siberman. Asumsi dasar yang dibangun dari model  pembelajaran  ini  ialah  bahwa  belajar  bukan  merupakan  konsekuensi  otomatis dari  penyampaian  informasi  kepada  siswa.  Belajar  membutuhkan  keterlibatan  mental dan  tindakan  sekaligus.  Pada  saat  kegiatan  belajar  itu  aktif,  siswa  melakukan  sebagian besar  pekerjaan  belajar.  Mereka  mempelajari  gagasan­gagasan,  memecahkan  berbagai masalah  dan  menerapkan  apa  yang  mereka  pelajari.  Dalam  Active  Learning  cara belajar dengan  mendengarkan  saja  akan  sedikit  ingat,  dengan  cara  mendengarkan,  melihat  dan mendiskusikan  dengan  siswa  lain  akan  paham,  dengan  cara  mendengar,  melihat, berdiskusi,  dan  melakukan  akan  memperoleh  pengetahuan  dan  keterampilan,  dan  cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus ialah dengan membelajarkan.
·         Quantum  Learning  merupakan  cara  pengubahan  macam­macam  interaksi.  Hubungan dan  inspirasi  yang  di  dalam  dan  di  sekitar  momen  belajar.  Dalam  prakteknya,  Quantum Learning  menggabungkan  sugetologi  teknik  pemercepatan  belajar  dan  neurolenguistik dengan  teori  keyakinan  dan    metode  tertentu.  Quantum  Learning  mengasumsikan bahwa  jika  siswa  mampu  menggunakan  potensi  nalar  dan  emosinya  secara  jitu  akan mampu  membuat  loncatan  prestasi  yang  tidak  bisa  diduga  sebelumnya.  Dengan  metode belajar  yang  tepat  siswa  bisa  meraih  prestasi  belajar  secara  berlipat  ganda.  Salah  satu konsep dasar dari metode ini ialah belajar itu harus mengasikkan dan berlangsung dalam suasana  gembira,  sehingga  pintu  masuk  untuk  informasi  baru  akan  lebih  besar  dan terekam dengan baik.
·         The  Accelerated  Learning,  merupakan  pembelajaran  yang  dipercepat.  Konsep dasar  dari  pembelajaran  ini  berlangsung  sangat  cepat,  menyenangkan,  dan  memuaskan. Pemilik konsep  ini Dave Meiver menyarankan kepada guru  agar dalam mengelola kelas menggunakan pendekatan somantic, auditory, visual   dan intellectual  (SAVI).  Somantic dimaksudkan  sebagai  learning  by  moving  and  doing  (belajar  dengan  bergerak  dan berbuat).  Auditory  adalah  learning  bay  talking  and  hearing  (belajar  dengan  berbicara dan  mendengarkan).  Visual  diartikan  learning  by  observing  and  picturing  (belajardengan  mengamati  dan  menggambarkan).  Intellectual  maksudnya  ialah  learning  by problem  solving  and  reflecting  (belajar  dengan  pemecahan  masalah  dan  melakukan refleksi).  Bobbi  De  Porter  menganggap  accelerated  learning  dapat  memungkinkan siswa  untuk  belajar  dengan  kecepatan  yang  mengesankan,  dengan  upaya  yang  normal dan dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur­unsur yang sekilas tampak tidak mempunyai  persamaan,  misalnya  hiburan,  permainan,  warna,  cara  berfikir  positif,
kebugaran  fisik  dan  kesehatan  emosional.  Namun  semua  unsur  ini  bekerja  sama  untuk menghasilkan  pengalaman belajar efektif.

5        Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Proses Pembelajaran
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang  mewarnai  metode-metode  yang  diterapkan.  Peran  guru  dalam  pembelajaran  humanistik  adalah menjadi  fasilitator bagi para siswa  sedangkan guru  memberikan  motivasi, kesadaran  mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa  berperan  sebagai  pelaku  utama  (student  center)  yang  memaknai  proses  pengalaman  belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya  secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
·         Merumuskan tujuan belajar yang jelas;
·         Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif;
·         Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri;
·         Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri;
·         Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan;
·         Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya;
·         Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya; dan
·         Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran  berdasarkan  teori  humanistik  ini  cocok  untuk  diterpkan  pada  materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis  terhadap  fenomena  sosial.  Indikator  dari  keberhasilan  aplikasi  ini  adalah  siswa  merasa  senang bergairah,  berinisiatif  dalam  belajar  dan  terjaadi  perubahan  pola  pikir,  perilaku  dan  sikap  atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis,  mampu  berhubungan  dengan  siswa  dengan  mudah  dan  wajar. Ruang  kelas  lebih terbuka dan mampu menyesuaikan  pada perubahan. Sedangkan  guru   yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswaa dengan komentar yang menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
6        Implikasi Teori Belajar Humanistik terhadap Proses Pembelajaran
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.  Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk):
·         Fasilitator  sebaiknya  memberi  perhatian  kepada  penciptaan  suasana  awal,  situasi kelompok, atau pengalaman kelas;
·         Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum;
·         Dia  mempercayai  adanya  keinginan  dari  masing-masing  siswa  untuk  melaksanakan tujuan-tujuan  yang  bermakna  bagi  dirinya,  sebagai  kekuatan  pendorong,  yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi;
·         Dia  mencoba  mengatur  dan  menyediakan  sumber-sumber  untuk  belajar  yang  paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka;
·         Dia  menempatkan  dirinya  sendiri  sebagai  suatu  sumber  yang  fleksibel  untuk  dapat dimanfaatkan oleh kelompok;
·         Di  dalam  menanggapi  ungkapan-ungkapan  di  dalam  kelompok  kelas,  dan  menerima baik  isi  yang  bersifat  intelektual  dan  sikap-sikap  perasaan  dan  mencoba  untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok;
·         Bilamana  cuaca  penerima  kelas  telah  mantap,  fasilitator  berangsur-sngsur  dapat berperanan sebagai seorang siswa  yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain;
·         Dia  mengambil  prakarsa  untuk  ikut  serta  dalam  kelompok,  perasaannya  dan  juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa;
·         Dia  harus  tetap  waspada  terhadap  ungkapan-ungkapan  yang  menandakan  adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar ; dan
·         Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

B.     Teori Belajar Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu  wilayah  psikologi  manusia  /  satu  konsep  umum  yang  mencakup  semua  bentuk pengenalan  yang  meliputi  setiap  perilaku  mental  yang  berhubungan  dengan  masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk  kejiwaan  yang  berpusat  di  otak  ini  juga  berhubungan  dengan  konasi  (kehendak) dan  afeksi  (perasaan)  yang  bertalian  dengan  rasa.  Menurut  para  ahli  jiwa  aliran  kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
1.      Konsep Teori Belajar Kognitif
       Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan  psikis  atau  mental  manusia  yang  berupa  mengamati,  melihat,  menyangka, memperhatikan,  menduga  dan  menilai.  Dengan  kata  lain,  kognisi  menunjuk  pada  konsep tentang  pengenalan.  Teori  kognitif  menyatakan  bahwa  proses  belajar  terjadi  karena  ada variabel  penghalang  pada  aspek-aspek  kognisi  seseorang.  Teori  belajar  kognitiv  lebih mementingkan  proses  belajar  daripada  hasil  belajar  itu  sendiri.  Belajar  tidak  sekedar melibatkan  hubungan  antara  stimulus  dan  respon,  lebih  dari  itu  belajar  melibatkan  proses berpikir  yang  sangat  kompleks.  Belajar  adalah  perubahan  persepsi  dan  pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
2.      Tokoh-Tokoh  Teori Belajar Kognitif
a.      Jean Piaget
Piaget  merupakan  salah  seorang  tokoh  yang  disebut­sebut  sebagai pelopor  aliran  konstruktivisme. Salah  satu  sumbangan  pemikirannya  yang  banyak  digunakan  sebagai  rujukan  untuk  memahami perkembangan  kognitif  individu  yaitu  teori  tentang  tahapan  perkembangan  individu.  Menurut Piaget,  perkembangan  kognitif  merupakan  suatu  proses  genetik,  yaitu  suatu  proses  yang  didasarkan atas  mekanisme  biologis  perkembangan  sistem  syaraf.  Dengan  makin  bertambahnya  umur seseorang,  maka  makin  komplekslah  susunan  sel  syarafnya  dan  makin  meningkat  pula kemampuannya.  Piaget  tidak  melihat  perkembangan  kognitif  sebagai  sesuatu  yang  dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda  usia  akan  berbeda  pula  secara  kualitatif.  Menurut  Piaget,  proses  belajar  akan  terjadi  jika mengikuti  tahap­tahap  asimilasi,  akomodasi,  dan  ekuilibrasi  (penyeimbangan  antara  asimilasi  dan akomodasi). Piaget membagi tahap­tahap perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
·         Tahap sensorimotorik (umur 0­2 tahun)
Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah.
·         Tahap preoperasional (umur 2­7/8 tahun)
Ciri  pokok  perkembangan  pada  tahap  ini  adalah  penggunanaan  symbol  atau  tanda  bahasa,  dan mulai berkembangnya konsep­konsep intuitif.
·         Tahap operasional konkret (umur 7/8­11/12 tahun)
Ciri  pokok  perkembangan  pada  tahap  ini  adalah  sudah  mulai  menggunakan  aturan­aturan  yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
·         Tahap operasional formal (umur 11/12­18 tahun)
Ciri  pokok  perkembangan  pada  tahap  ini  adalah  anak  sudah  mampu  berpikir  abstrak  dan  logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Adapun beberapa prinsip teori perkembangan Piaget, adalah sebagai berikut:
Ø  Perkembangan  kognitif  merupakan  suatu  proses  genetik.  Yaitu  suatu  perkembangan  yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf;
Ø  Semakin  bertambah  umur  maka  semakin  bertambah  kompleks  susunan  syarafnya  dan  akan meningkat  pula  kemampuannya.  Daya  pikir  anak    yang  berbeda  usia  akan  berbeda  secara kualitatif;
Ø  Proses  adaptasi  meepunyai  dua  bentuk  dan  terjadi  secara  simultan  yaitu  akomidasi  dan asimilasi. Asimilasi  adalah  proses  perubahan  apa  yang  di  pahami  seseuai  dengan struktur  kognitif (apabila  individu  menerima  infomasi  atau  pengalaman  baru  maka  informasi  tersebut  akan dimodifikasi sehingga cocok dengan  struktur kognitif yang dipunyai). Akomodasi  adalah  proses  perubahan  struktur  kognitif  sehingga  dapat  dipahami  (apabila struktur kognitif yang sudah dimiliki harus disesuaikan dengan informasi yang diterima);
Ø  Proses  belajar  akan  terjadi  jika  mengikuti  tahap­tahap  asimilasi,  akomodasi  dan  ekuilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi  (proses  penyatuan  informasi  baru  ke  dalam  struktur  kognitif  yang  telah  dimiliki individu),  Akomodasi  (proses  penyesuaian  struktur  kognitif  ke  dalam  situasi  yang  baru), Ekuilibrasi (penyesuaian berkesinambungan  antara asimilasi dan akomodasi). Seorang  anak  sudah  mempunyai  prinsip  pengurangan,  ketika  mempelajri  pembagian maka terjadi  prses  intrgtasi  antara  pengurangan (telah  dikuasai)dan  pembagian  (info  baru)  inilah asimilasi. Jika  anak  diberi  soal  pembagian,  maka  situasi  ini  disebut  akomodasi.  Artinya  anak  sudah dapat mengaplikasikan  atau memakai prinsip pembagian dalam situasi baru. Proses  penyesuaian  antara  ling  luar  dan  struktur  kognitif  yang  ada  dlm  dirinya  disebut ekuilibrasi;
Ø  Proses belajar akan mengikuti tahap­tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Tahap  sensorimotor  (0­2  thn),  preoperasional  (2­8  thn),  operasional  konkret(8­11  thn), operasional formal (12­18 thn); dan
Ø  Hanya  dengan  mengaktifkan  pengetahuan  dan  pengalaman  secara  optimal  asimilasi  dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
b.      Jerome Bruner
Dalam  memandang  proses  belajar,  Bruner  menekankan  adanya  pengaruh  kebudayaan  terhadap tingkah  laku  seseorang.  Dalam  teorinya,  “free  discovery  learning”  ia  mengatakan  bahwa  proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan  suatu  konsep,  teori,  aturan,  atau  pemahaman  melalui  contoh­contoh  yang  ia  jumpai dalam  kehidupannya.  Menurut  Bruner  perkembangan  kognitif  seseorang  dapat  ditingkatkan  dengan cara  menyusun  materi  pelajaran  dan  menyajikannya  sesuai  dengan  tahap  perkembangan  orang tersebut.
Model  pemahaman  dari  konsep  Bruner  (dalam  Degeng,1989)  menjelaskan  bahwa  pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses  berpikir  yang  berbeda  pula.  Menurutnya,  pembelajaran  yang  selama  ini  diberikan  di  sekolah banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir  intuitif.  Padahal  berpikir  intuitif  sangat  penting  untuk  mempelajari  bidang  sains,  sebab setiap  disiplin  mempunyai  konsep­konsep,  prinsip,  dan  prosedur  yang  harus  dipahami  sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan (discovery learning).
Beberapa prinsip teori Bruner adalah:
Ø  Perkembangan kognitif ditandai dengan adanya kemajuan menanggapi rangsang;
Ø  Peningkatan  pengetahuan  bergantung  pada  perkembangan  sistem  penyimpanan  informasi secara realistis;
Ø  Perkembangan  intelektual  meliputi  perkembangan  kemampuan  berbicara  pada  diri  sendiri atau pada orang lain;
Ø  Interaksi  secara  sistematis  diperlukan  antara  pembimbing,  guru  dan  anak  untuk perkembangan  kognitifnya;
Ø  Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif;
Ø  Perkembangan  kognitif  ditandai  denfgan  kecakapan  untuk  mengemukakan  beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat;
Ø  Perkembangan kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic. Enaktif  yaitu  tahap  jika  seseorang  melakukan  aktivitas­aktivitas  dalam  upaya  untuk memahami lingkungan sekitaanya (gigitan, sentuhan, pegangan). Ikonik,  yaitu  tahap  seseorang  memahami  objek­objek  atau  dunianya  melalui  gambar­ gambar dan visualisasi verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan. Simbolik  yaitu  tahap  seseorang  telah  mampu  memiliki  ide­ide  atau  gagasan  abstrak  yang sangat  dipengaruhi  oleh  kemampuan  dalam  berbahasa  dan  logika.(  anak  belajar  melalui  symbol bahasa, logika, matematika);
Ø  Model pemahaman dan penemuan konsep;
Ø  Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui proses intuitif untuk akhirnya sampai pada kesimpulan (discovery learning); dan
Ø  Siswa diberi kekebasan untuk belajar  sendiri  melalui aktivitas menemukan (discovery).
c.       David Ausubel
Psikologi  pendidikan  yang  diterapkan  oleh  Ausubel  adalah  bekerja  untuk  mencari  hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada dua jenis belajar :

v  Belajar bermakna (meaningful learning) dan
v  belajar menghafal (rote learning).
Belajar  bermakna  adalah  suatu  proses  belajar  di  mana  informasi  baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.  Sedangkan  belajar  menghafal  adalah  siswa  berusaha  menerima  dan menguasai  bahan  yang  diberikan  oleh  guru  atau  yang  dibaca  tanpa  makna.  Sebagai ahli  psikologi  pendidikan  Ausubel  menaruh  perhatian  besar  pada  siswa  di  sekolah, dengan  memperhatikan/memberikan  tekanan-tekanan  pada  unsur  kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan  diartikan  sebagai  kombinasi  dari  informasi  verbal,  konsep, kaidah  dan  prinsip,  bila  ditinjau  bersama-sama.  Oleh  karena  itu  belajar  dengan prestasi  hafalan  saja  tidak  dianggap  sebagai  belajar  bermakna.  Maka,  menurut Ausubel  supaya  proses  belajar  siswa  menghasilkan  sesuatu  yang  bermakna,  tidak harus  siswa  menemukan  sendiri  semuanya.  Malah,  ada  bahaya  bahwa  siswa  yang kurang  mahir  dalam  hal  ini  akan  banyak  menebak  dan  mencoba-coba  saja,  tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli  dalam  mengadakan  penelitian  demi  untuk  menemukan  kebenaran  baru,  bahaya itu  tidak  ada;  tetapi  jika  siswa  tersebut  belum  ahli,  maka  bahaya  itu  ada.  Ia  juga berpendapat  bahwa  pemerolehan  informasi  merupakan  tujuan  pembelajaran  yang penting  dan  dalam  hal-hal  tertentu  dapat  mengarahkan  guru  untuk  menyampaikan informasi  kepada  siswa.  Dalam  hal  ini  guru  bertanggung  jawab  untuk mengorganisasikan  dan  mempresentasikan  apa  yang  perlu  dipelajari  oleh  siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan  struktur  kognitif  yang  dimiliki  peserta  didik  itu  sehingga  peserta  didik  itu mampu  mengaitkan  informasi  barunya  dengan  struktur  kognitif  yang  dimilikinya. Belajar  seharusnya  merupakan  apa  yang  disebut  asimilasi  bermakna,  materi  yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan :
v  Materi  yang  secara  potensial  bermakna  dan  dipilih  oleh  guru  dan  harus  sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
v  Diberikan  dalam  situasi  belajar  yang  bermakna,  faktor  motivasional  memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana  melakukannya.  Sehingga  hal  ini  perlu  diatur  oleh  guru,  agar  materi tidak dipelajari secara hafalan.
            Berdasarkan  uraian  di  atas  maka,  belajar  bermakna  menurut  Ausubel adalah suatu  proses  belajar  di  mana  peserta  didik  dapat  menghubungkan  informasi  baru dengan  pengetahuan  yang  sudah  dimilikinya  dan  agar  pembelajaran  bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh  motivasi.  Dengan  demikian  kunci  keberhasilan  belajar  terletak  pada kebermaknaan  bahan  ajar  yang  diterima  atau  yang  dipelajari  oleh  siswa.  Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan  ceramahpun,  asalkan  informasinya  bermakna  bagi  peserta  didik,  apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
3        Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitif
            Di  bawah  ini  akan  dijelaskan  kelebihan  dan  kelamahan  teori     belajar humanistik,  sebagai berikut :
a.       Kelebihan Teori Belajar Kognitif
ü  Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri
           Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja, tapi memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan, membuat siswa lebih mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa bergantung dengan orang lain.



ü  Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif di dalam proses pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya, serta menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.
b.      Kelemahan Teori Belajar Kognitif
·         Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
·         Sulit dipraktikkan khususnya di tingkat lanjut.
·         Beberapa prinsip seperti inteligensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.

4        Aplikasi dan Implikasi Teori Belajar Humanistik dalam Proses Pembelajaran
     Dalam  perkembangan  setidaknya  ada  tiga  teori  belajar  yang  bertitik  tolak  dari  teori kognitivisme  ini  yaitu:  Teori  perkembangan  piaget,  teori  kognitif  Brunner  dan  Teori bermakna Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut: No 1 Teori Kognitif Piaget Brunner  Ausubel  Proses  belajar  terjadi  menurut  pola  tahap-tahap  perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
§  Asimilasi
§  Akomodasi
§  Equilibrasi
            Proses  belajar  lebih  ditentukan  oleh  karena  cara  kita  mengatur  materi  pelajaran  dan  bukan  ditentukan oleh umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
§  Enaktif (aktivitas)
§  Ekonik (visual verbal)
§  Simbolik
       Aplikasi  teori  belajar  kognitivisme  dalam  pembelajaran,  guru  harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra  sekolah  dan  awal  sekolah  dasar  belajar  menggunakan  benda-benda  konkret,  keaktifan siswa  sangat  dipentingkan,  guru  menyusun  materi  dengan  menggunakan  pola  atau  logika tertentu  dari  sederhana  ke kompleks,  guru  menciptakan  pembelajaran  yang  bermakna, memperhatian  perbedaan  individual  siswa  untuk  mencapai  keberhasilan  siswa.  Dari penjelasan  diatas  jelas  bahwa  implikasinya  dalam  pembelajaran  adalah  seorang  pendidik, guru ataupun apa namanya mereka harus dapat memahami bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab mereka para siswa tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka tidak  mampu mencerna  dari  apa  yang  mereka  dengar  ataupun  mereka  tangkap.  Dari  ketiga  macam  teori diatas  jelas  masing-masing  mempunyai  implikasi  yang  berbeda,  namun  secara  umum  teori kognitivisme  lebih  mengarah  pada  bagaimana  memahami  struktur  kognitif  siswa,  dan  ini tidaklah  mudah,  Dengan  memahami  struktur  kognitif  siswa,  maka  dengan  tepat  pelajaran bahasa  disesuaikan  sejauh  mana  kemampuan  siswanya.  Selain  itu,  juga  model  penyusunan materi  pelajaran  bahasa  arab  hendaknya  disusun  berdasarkan  pola  dan  logika  tertentu  agar lebih mudah dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari yang paling sederhana ke kompleks. Hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar menghafal kosakata.


















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari isi makalah ini, yaitu :
1        Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu, proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Artinya, peserta didik mengalami perubahan dan mampu memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2        Tokoh-tokoh dari teori belajar humanistik, yaitu :
·         Arthur Combs (1912-1999)
·         Abraham Maslow (1908-1970)
·         Carl Ransom Rogers (1902-1987)
3        Model pembelajaran humanistik, terbagi menjadi empat, yaitu :
·         Humaning  Of  The  Classroom
·         Active Learning
·         Quantum  Learning 
·         The  Accelerated  Learning
4        Kelebihan teori belajar humanistik yaitu pembelajaran  dengan  teori  ini  sangat  cocok  diterapkan  untuk  materi­-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator  dari  keberhasilan  aplikasi  ini  ialah  siswa  merasa  senang  bergairah, berinisiatif  dalam  belajar  dan  terjadi  perubahan  pola  pikir,  perilaku  dan  sikap  atas kemauan sendiri.
5        Kekurangan belajar humanistik yaitu dalam teori ini guru sebagai fasilitator, maka kurang cocok menerapkan kepada yang pola pikirnya kurang aktif atau pasif. Karena bagi siswa yang kurang aktif, dia akan takut atau malu untuk bertanya pada gurunya sehingga dia akan tertinggal oleh temannya yang aktif.
6        Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang  mewarnai  metode-metode  yang  diterapkan.  Peran  guru  dalam  pembelajaran  humanistik  adalah menjadi  fasilitator bagi para siswa  sedangkan guru  memberikan  motivasi, kesadaran  mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
7        Teori  belajar  kognitif  lebih mementingkan  proses  belajar  daripada  hasil  belajar  itu  sendiri. 
8        Tokoh-tokoh dari teori belajar kognitif, yaitu :
·         Jean Piaget
·         Jerome Bruner
·         David Ausubel
9        Kelebihan teori belajar kognitif yaitu menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri serta membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
10    Kekurangan teori belajar kognitif, yaitu teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, sulit dipraktikkan khususnya di tingkat lanjut, beberapa prinsip seperti inteligensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
11    Aplikasi  teori  belajar  kognitivisme  dalam  pembelajaran,  guru  harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra  sekolah  dan  awal  sekolah  dasar  belajar  menggunakan  benda-benda  konkret,  keaktifan siswa  sangat  dipentingkan,  guru  menyusun  materi  dengan  menggunakan  pola  atau  logika tertentu  dari  sederhana  ke kompleks,  guru  menciptakan  pembelajaran  yang  bermakna, memperhatian  perbedaan  individual  siswa  untuk  mencapai  keberhasilan  siswa.
B.     Saran
            Sebagai  seorang  mahasiswa  yang  mengkhususkan  diri  dalam  bidang  pendidikan,  berbagai  teori  belajar  patutnya  dikaji  lebih  dalam  agar  dalam  mencapai  impian,  dapat diraih  kemudahan  dan  menjadikan  profesionalisme  dalam  menjalani  profesi  yang  ditekuni nanti,  karena    teori  belajar  selalu  berkembang  sesuai  perkembangan  zaman  dan  seorang guru  terus  mengikuti  perkembangan  teori  belajar  mengingat  besarnya  pengaruh  yang dibawanya dalam menetapkan sikap guru dalam setiap proses belajar mengajar.


DAFTAR PUSTAKA
Djaali.2007.Psikologi Pendidikan.Jakarta:Bumi Aksara
Fadilah1995.blogspot.co.id/2015/04/teori­belajar­humanistik­dan_29.html
Psikologi.or.id
Sites.google.com/site/mulyanabanten/home/teori­belajar­behavioristik/teori­belajar­kognitif
Yusuf, M.2013.Teori Belajar dalam Praktek.Makassar:Alauddin University Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar