TUGAS KELOMPOK
MAKALAH
PERKEMBANGAN
EMOSI
DAN KEPRIBADIAN
Oleh:
Kelompok
VIB
Siti
Amini Haris (20700114045)
Hartina
P (20700114056)
Firdaus
Amrullah (20700114076)
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
bertema “Perkembangan
Emosi dan Kepribadian” ini. Tak lupa shalawat serta salam kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nantikan syafaat nya di hari
kiamat nanti.
Penulis yang
merupakan mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UIN-AM) yang ditugaskan untuk
membuat makalah dengan tema “Perkembangan
Emosi dan Kepribadian”.
Tugas makalah
ini merupakan salah satu tugas dari mata
kuliah wajib untuk setiap mahasiswa dalam ruang lingkup Jurusan
Pendidikan Matematika kelas 3-4, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.
Makalah ini membahas mengenai teori
perkembangan emosi, faktor-faktor yang mempengaruhi emosi, upaya pengambangan
aspek emosi, teori perkembangan kepribadian, faktor-faktor yang mempengaruhi
kepribadian dan upaya pengembangan aspek kepribadian.
Makalah ini
tidak serta merta dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak.
Oleh karena ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut andil dalam proses
penyelesaian makalah
ini baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa sekeras
apapun usaha yang dilakukan,
ketidaksempurnaan pasti mengiringinya, karena kesempurnaan itu hanya
milik Allah SWT semata. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun sehingga dalam penulisan berikutnya dapat lebih baik
dari makalah
ini. Akhir kata, semoga segala usaha kita dapat bernilai ibadah dan mendapat
ridho di sisi-Nya, Amin ya Rabb
Makassar, Juni 2016
Kelompok VI
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR
ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori
Perkembangan Emosi..................................................................... 3
B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi.............................................. . 6
C.
Upaya Pengembangan Aspek Emosi...................................................... 11
D.
Teori Perkembangan Kepribadian........................................................... 14
E.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian.................................... 16
F.
Upaya Pengembangan Aspek Kepribadian............................................. 19
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan............................................................................................. 23
B.
Saran....................................................................................................... 24
Daftar
Pustaka.................................................................................................... 25
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang
kompleks, kekompleksitasan manusia itu tiada taranya di muka bumi ini. Manusia
lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh lebih rumit dari
mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena keunikannya.
Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan
makhluk apapun. Juga dengan sesamanya. Tetapi, bagaimanapun sulitnya atau
apapun hambatannya, manusia ternyata tidak pernah berhenti berusaha menemukan
jawaban yang dicarinya itu. Dan barang kali sudah menjadi ciri atau sifat
manusia juga untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah puas dengan
pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang dirinya
sendiri dan sesamanya. Sekian banyak upaya yang telah diarahkan untuk memahami
manusia. Tetapi tidak semua upaya tersebut membawa hasil, namun upaya pemahaman
tentang manusia tetap memiliki arti penting dan tetap harus dilaksanakan. Bisa
dikatakan bahwa kualitas hidup manusia, tergantung kepada peningkatan pemahaman
kita tentang manusia. Dan psikologi, baik secara terpisah maupun sama-sama
dengan ilmu-ilmu lain, sangat berperan secara mendalam dalam penganganan
masalah kemanusiaan ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan amsalah yang kami angkat pada makalah ini, yaitu :
1. Bagaiamana
teori perkembangan emosi?
2. Bagaimana
faktor-faktor yang mempengaruhi emosi?
3. Bagaimana
upaya pengembangan aspek emosi?
4. Bagaimana
teori perkembangan kepribadian?
5. Bagaimana
faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian?
6. Bagaimana
upaya pengembangan aspek kepribadian?
C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini, yaitu :
1. Untuk
mengetahui teori perkembangan emosi.
2. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi emosi.
3. Untuk
mengetahui upaya pengembangan aspek emosi.
4. Untuk
mengetahui teori perkembangan kepribadian.
5. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
6. Untuk
mengetahui upaya pengembangan aspek kepribadian.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori Perkembangan Emosi
Terdapat
beberapa teori perkembangan emosi, diantaranya yaitu :
1.
Teori
James-Lange
Teori
ini dicetuskan oleh dua orang yaitu William James dari Amerika Serikat dan Carl
Lange dari Denmark. Carl Lange (dalam Sarlito, 2000:85‐86) mengemukakan bahwa emosi
identik dengan perubahan‐perubahan
dalam sistem peradaran darah. Pendapat ini kemudian dikembangkan oleh James
dengan mengatakan bahwa emosi adalah hasil persepsi sesseorang terhadap
perubahan‐perubahan
yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap rangsangan‐rangsangan yang datang
dari luar. Teori ini menekankan emosi sebagai respon dari perubahan faal yang
terjadi pada dirinya.
Contohnya,
jika seseorang misalnya
melihat harimau, reaksinya adalah
peredaran darah makin
cepat karena denyut
jantung makin cepat, paru‐paru
lebih cepat memompa
udara dan sebagainya.
Respon‐respon tubuh
ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut
yang timbul? Ini disebabkan oleh
hasil pengalaman dan
proses belajar. Orang
bersangkutan dari hasil pengalamannya mengetahui
bahwa harimau adalah
makhluk yang berbahaya,
karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut.
Emosi menurut
kedua ahli ini,
terjadi adanya perubahan
pada sistem vasomotor (otot‐otot). Suatu
peristiwa dipersepsikan menimbulkan
perubahan
fisiologis dan
perubahan psikologis yang
disebut emosi. Dengan
kata lain menurut James
Lange, seseorang bukan
tertawa karena senang,
melainkan ia senang
karena tertawa.
James Lange
mengemukakan proses‐proses terjadinya
emosi dihubungkan
dengan faktor fisik dengan urutan
sebagai berikut :
·
Mempersepsikan situasi di lingkungan
yang mungkin menimbulkan emosi
·
Memberikan reaksi terhadap situasi
dengan pola khusus melalui aktivitas fisik
·
Mempersiapkan pola
aktivitas fisik yang
mengakibatkan munculnya emosi
secara khusus.
Uraian ini disingkat menjadi :
Lingkungan
– Otak – Perubahan pada tubuh + emosi
James Lange
menghasilkan lima tingkatan
emosi dalam proses
emosi yang terdiri dari :
·
Situasi
·
Persepsi tentang situasi
·
Perubahan‐perubahan dalam tubuh
·
Perbuatan yang terlihat, misalkan
melarikan diri dari bahaya
·
Keadaan sadar dari emosi
Dapat disimpulkan bahwa
teori James‐Lange
menempatkan aspek persepsi terhadap respon fisiologis yang terjadi ketika ada
rangsangan datang sebagai pemicu emosi yang dialami oleh manusia. Perubahan‐perubahan fisiologis
itu diterjemahkan menjadi emosi. Pertanyaan mendasar terhadap teori adalah
bahwa dalam kenyataan sehari‐
hari terjadi perubahan fisiologis yang sama, tapi emosi yang dialami berbeda. Misalnya
tentang berdebarnya jantung seseorang, jantung akan berdebar ketika kita bertemu
dengan harimau, jantung juga akan berdebar ketika kita bertemu dengan orang
yang kita kagumi. Tapi dari kedua kedaan itu emosi yang terjadi berbeda. Jadi apakah
berdebarnya jantung itu pasti memunculkan rasa takut? Pertanyaan inilah yang
memancing penolakan teori James‐Lange.
Tokoh yang sangat menentang teori ini adalah W. B. Cannon yang kemudian
menyusun teori baru yang bertolak belakang dengan teori James‐Lange. Kemudian Philip
Bard ikut mendukungnya.
2.
Teori
“Emergency” Canon
Teori Cannon‐Bard hendak menjelaskan
bahwa persepsi terhadap obyek yang dapat menimbulkan emosi diproses secara simultan
oleh dua instansi yakni sistem syaraf otonom dan cerebal cortex. Degup jantung
bulu roma berdiri, atau nafas berat terenga‐engah
terjadi bersamaan dengan emosi takut. Jadi emosi dengan perubahan fisiologis
terjadi secara simultan. Jadi menurut teori ini tidak mungkin terjadi perubahan
faali yang menyebabkan munculnya emosi sebagaimana deskripsi teori James‐Lange.
Melihat
dari dua teori diatas maka kita dapat melihat bahwa kedua teori diatas adalah bertentangan.sehingga
Atkinson menanggapi tentang masalah ini: pengalaman sadar kita tentang emosi
melibatkan integrasi informasi tentang keadaan fisiologi tubuh dan informasi
tentang situasi yang membangkitkan emosi. Kedua macam informasi itu cenderung
berkesinambungan dalam waktu, dan integrasinya menentukan intensitas serta
sifat keadaan emosional yang kita rasakan. Dalam kerangka konseptual ini, perbedaan
waktu yang dibuat oleh teori James‐Lange
dan Cannon‐Bard
tidak terlalu berarti. Pada saat tertentu, seperti bila tiba‐tiba orang berada dalam
keadaan bahaya, tanda‐tanda
awal pengalaman emosional dapat didahului oleh aktifitas otonom (dalam hal ini,
James‐Lange yang benar). Pada
kesempatan lain, kesadaran akan adanya emosi jelas‐jelas mendahului
aktifitas otonom (dalam hal ini, Cannon‐
Bard yang benar). Dengan demikian, kedua teori ini sebenarnya tidak perlu dipertentangkan
karena sama‐sama
bisa terjadi dalam kehidupan manusia.
3.
Teori
Scahcter-Singer
Teori ini dikenal
sebagai teori yang
paling klasik yang
berorientasi pada rangsangan. Reaksi
fisiologik dapat saja
sama (hati berdebar,
tekanan darah naik, nafas
bertambah cepat, adrenalin
dialirkan dalam darah
dan sebagainya) namun
jika rangsangannya
menyenangkan – seperti
diterima di perguruan
tinggi yang diminati, emosi yang
timbul dinamakan senang.
Sebaliknya jika rangsangannya
membahayakan (misalnya
melihat ular yang
berbisa) emosi yang
timbul dinamakan takut.
Para ahli psikologi melihat teori
ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
Menurut Berkowitz (1993),
banyak pemikiran saat ini
tentang peran ateribusi dalam emosi
mulai dengan sebuah
teori kognitif yang
sangat dikenal yang dipublikasikan oleh
Stanley Schachter dan
Jerome Singer pada
tahun 1962 . Konsepsi
Berkowitz tentang bagaimana
pikiran tingkat tinggi
menentukan pembentukan suasana emosional
setelah munculnya reaksi
saraf, relatif primitif
dan emosional dipengaruhi oleh formula ini.
Schachter dan Singer mengemukakan
bahwa emosi tertentu merupakan fungsi dari
reaksi‐reaksi tubuh
tertentu. Menurutnya pula
kita tidak merasa
marah karena ketegangan otot,
rahang yang berderak,
denyut nadi kita
menjadi cepat, dan sebagainya tetapi
karena kita secara
umum jengkel dan
kita mempunyai beberapa kognisi tertentu tentang sifat
kejengkelan kita.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Emosi
Perkembangan emosi
seseorang pada umumnya
tampak jelas pada
perubahan tingkah lakunya.
Kualitas atau fluktuasi
gejala yang tampak dalam
tingkah laku itu
sangat tergantung pada
tingkat fluktuasi emosi
yang ada padaindividu
tersebut. Dalam kehidupan
seharihari sering kita
lihat beberapa tingkah
laku emosional, misalnya: agresif,
rasa takut yang
berlebihan, sikap apatis,
dan tingkah laku menyakitidiri seperti : melukai diri
sendiri, memukulmukul kepala sendiri, dan sejenisnya. Ada sejumlah
faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi remaja
yaitu sebagai berikut :
1.
Perubahan jasmani
Perubahan jasmani
yang ditunjukan dengan
adanya pertumbuhan yang
sangat cepat dari anggota tubuh
memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan emosi. Pada taraf permulaan, pertumbuhan
ini hanya terbatas
pada begianbagian tertentu
saja yang mengakibatkan postur
tubuh menjadi tidak
seimbang. Ketidakseimbangan tubuh
ini sering mempunyai akibat
yang tidak terduga
pada perkembangan emosi . Tidak
setiap orang dapat menerima
perubahan kondisi tubuh
seperti itu, lebihlebih
jika perubahan tersebut menyangkut perubahan
kasar . Hormonhormon
tertentu mulai berfungsi sejalan dengan
perkembangan alat kelaminnya
sehingga dapat menyebabkan
rangsangan di dalam tubuh dan
seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya
2.
Perubahan Pola Interaksi dengan Oramg
Tua
Pola interaksi
orangtua dengan anak,
termasuk remaja, sangat
bervariasi. Ada yang pola interaksinya
menurut apa yang
dianggap terbaik oleh
dirinya sendiri saja
sehingga ada yang bersifat
mamaksakan kehendak, memanjakan
anak, acuh tak acuh,
tetapi ada juga
yang dangan penuh cinta
kasih. Perbedaan pola
intereksi orang tua seperti ini
sangat berpengaruhterhadap perbedaan
perkembangan emosi remaja.
Cara memberikan hukuman,
misalnya, ketika dulu masih
anakanak, orang tua
bisa memukul anak
jika anak berbuat
nakal, tetapi pada saat
remaja cara cara
semacam itu justru
dapat menimbulkan ketegangan
yang lebih berat antara remaja
dengan orang tuanya.
Dalam konteks ini Gardner
(1992) mengibaratkan dengan kalimat:
“ To Big To Spank”
yang maknanya bahwa
remaja itu sudah
terlalu besar untuk terpukul.
Pemberontakan terhadap orang
tua menunjukan bahwa
mereka berada dalam
keadaan konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua.
Mereka tidak merasa puas kalau tidak pernah sama sekali menunjukan perlawanan
terhadap orang tua karena ingin menunjukan bahwa dirinya
telah berhasil menjadi
orang yang lebih
dewasa. Jika mereka
berhasil dalam perlawanan terhadap
orang tua sehingga
orang tuanya marah, maka
merekapun belum merasa puas karena orang tua tidak menunjukan
pengertian yang mereka inginkan. Keadaan semacam ini sangat berpengaruh
terhadap perkembangan emosi remaja.
3.
Perubahan Interaksi Dengan Temanteman
Remaja seringkali
membangun interaksi sesama
teman sebayanya secara
khas dengan cara berkumpul
untuk melakukan aktivitas
bersama dan membentuk
semacam “gang” .Interaksi antar
anggota dalam suatu
kelompok “gang’’ biasanya
sangat intens serta
memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok
dalam bentuk gang
seperti ini sebaiknya
diusahakan terjadi pada masa
remaja awal saja
karena biasanya bertujuan
positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama. Usahakan
dapat menghindarkan pembentukan
kelompok gang itu
ketika sudah memasuki masa
remaja tengah atau
remaja akhir karena
masa ini para
anggotanya biasanya membutuhkan temanteman
untuk melawan otoritas,
melakukan perbuatan yang
tidak baik,atau bahkan kejahatan
bersama.
Faktor yang
sering mendatangkan masalah
emosi pada masa
remaja adalah hubungan cinta dangan
teman lawan jenis.
Gejala ini sebenarnya
sehat bagi remaja,
tetapi juga tidak jarang
menimbulkan konflik atau
gangguan emosi pada
remaja jika tidak
diikuti dengan bimbingan dari
orang tua atau orang yang lebih dewasa. Gangguan emosional yang
mendalam dapat terjadi
ketika cinta remaja
tidak terjawab, ditolak,
atau karena pemutusan hubungan
cinta sepihak sehingga
banyak mendatangkan kecemasan
bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.
4.
Perubahan Pandangan Luar
Faktor penting
yang dapat mempengaruhi
perkembangan emosi remaja
selain perubahanperubahan
yang terjadi dalam
diri remaja itu
sendiri adalah pandangan
dunia luar dirinya. Ada
sejumlah perubahan pandangan
dunia luar yang
dapat menyebabkan konflik konflik emosional dalam diri remaja,
yaitu sebagai berikut:
·
Sikap
dunia luar terhadap
remaja sering tidak
konsisten. Kadangkadang mereka
dianggap sudah dewasa, tetapi
mereka tidak mendapat
kebebasan penuh atau
peran yang wajar sebagaimana orang
dewasa. Seringkali mereka
masih dianggap anak
kecil sehingga berakibat timbulnya kejengkelan
pada diri remaja.
Kejengkelan yang mendalam
dapat berubah menjadi tingkah laku emosional.
·
Dunia
luar atau masyarakat masih
menerapkan nilainilai yang berbeda untuk
remaja lakilaki dan perempuan.
Jika remaja lakilaki
memiliki teman banyak
perempuan, mereka mendapat predikat “popular” dan
mendatangkan kebanggaan. Sebaliknya,
apabila remaja putri mempunyai banyak teman lakikaki sering
dianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang kurang
baik juga. Penerapan
nilai yang berbeda
semacam ini jika
tidak disertai dengan pemberian pengertian secara bijaksana
dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
·
Seringkali kekosongan
remaja dimanfaatkan oleh
pihak luar yang
tidak bertanggung jawab yaitu
dengan cara melibatkan
remaja tersebut kedalam
kegiatankegiatan yang merusak dirinya dan
melanggar nilainilai moral , seperti :
penyalahgunaan obat terlarang,
minumminuman keras, atau
tindak kriminal dan
kekerasan. Perlakuan dunia
luar semacam ini
akan sangat merugikan bagi perkembangan emosional remaja.
5.
Perbedaan Individual dalam Perkembangan
Emosi
Perkembangan emosional
individu sebenarnya merupakan perkembangan
yang paling sulit untuk
diklasifikasikan. Ini tampak
pada gejala kehidupan
seharisehari bahwa tidak jarang
orang dewasa pun
mengalami kesulitan untuk menyatakan perasaan.
Fenomena semacam ini
menyebabkan sulitnya untuk mencari
perbedaan individual dalam
perkembangan emosi. Lagi pula,
munculnya emosi seseorang
sangat tergantung atau
dipengaruhi lingkungan,
pengalaman, kebudayaan
dan lain sebagainya,
sehingga untuk mengukur
emosi amat sulit pula.
Proses kematangan
perkembangan emosi mempunyai
hubungan erat dengan pertumbuhan dan
perkembangan. Sejak lahir
sampai kirakira umur
15 bulan, kebutuhan utama mereka
adalah mendapatkan kepercayaan
dan kepastian bahwa
dirinya diterima oleh lingkungan. Penerimaan lingkungan pada fase
ini sangat menentukan bagi perkembangan hidup selanjutnya. Kepercayaan yang
diperoleh dari penerimaan
lingkungan ini dapat
menjadi dasar bagi kepercayaan
terhadap diri sendiri
dan kesehatan perkembangan
emosionalnya. Apabila kondisi orang
tua saat ini
dapat melakukan hubungan
yang penuh cinta
kasih atau secara naluriah memberikan
kepercayaan bahwa kehadiran
bayi tersebut sangat
diinginkan dan dikasihi maka
diharapkan akan dapat
hidup dalam lingkungan
kasih sayang. Sebaliknya,
jika kehadiran bayi berikutnya,
orang tua bersikap
kurang dapat menerima,
acuh tak acuh,
apalagi penuh kebencian, dan
sebagainya, tentunya kehidupan
emosionalnya terganggu. Dengan demikian secara
individual, kedua anak
tersebut akan mengalami
perbedaan perkembangan
emosi pada masamasa selanjutnya.
Disiplin yang
tegas tetapi disertai
kasih sayang akan
membantu anak dalam perkembangan emosinya.
Sebaliknya jika disiplin
dilakukan dengan kaku
dan tanpa kasih sayang
akan menimbulkan sikap
keraguraguan pada diri
anak dan bahkan
akan kehilangan kepercayaan pada
dirinya. Apabila ini
terjadi pada dua
anak dalam satu
keluarga (seayah/seibu) secara individual perkembangan emosinya akan
jelas bisa dibedakan.
C. Upaya Pengembangan Aspek Emosi
Intervensi
pendidikan untuk mengembangkan emosi agar dapat berkembang kearah memiliki
kecerdasan emosional, salah
satu diantaranya menggunakan
intervensi yang dikemukakan oleh
W.T.Grant Consortium tentang Unsurunsur Aktif
Program Pencegahan, yaitu sebagai
berikut :
1. Pengembangan
Keterampilan Emosional
Cara
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan emosional individu
adalah :
·
Mengidentifikasikan dan memberi
namanama atau label perasaan.
·
Mengungkapkan perasaan
·
Menilai Intensitas perasaan
·
Mengelola perasaan
·
Menunda pemuasan
·
Mengendalikan dorongan hati
·
Mengurangi stress
·
Memahami perbedaan antara perasaan dan
tindakan
2. Pengembangan
Keterampilan Kognitif
Cara yang
dapat dilakukan untuk
mengembangkan keterampilan kognitif
individu adalah:
·
Belajarlah melakukan
dialog batin sebagai
cara untuk menghadapi
dan mengatasi suatu masalah atau
memperkuat perilaku diri sendiri.
·
Belajarlah membaca
dan menafsirkan isyaratisyarat sosial;
misalnya: menganali pengaruh sosial
terhadap perilaku dan
melihat diri sendiri
dalam perspektif masyarakat yang
lebih luas.
·
Belajarlah menggunakan
langkahlangkah penyelesaian masalah
dan pengambilan keputusan; misalnya:
mengendalikan dorongan hati,
menentukan sasaran, mengidentifikasi tindakantindakan alternatif,
dan memperhitungkan akibatakibat yang mungkin timbul.
·
Belajarlah memahami sudut pandang orang
lain ( empati ).
·
Belajarlah memahami
sopan santun, yakni
perilaku mana yang
dapat diterima dan mana yang tidak.
·
Belajarlah bersiakp positif terhadap
kehidupan.
·
Belajarlah mengembangkan
kesadaran diri; misalnya
mengembangkan harapan harapan
yang realistis terhadap diri sendiri
3. Pengembangan
Keterampilan Perilaku
Cara yang
dapat dilakukan untuk
mengembangkan kerterampilan perilaku
individu adalah;
·
Belajar
keterampilan komunikasi nonverbal, misalnya: berkomunikasi melalui hubungan pandangan
mata, ekspresi wajah,
gerakgerik, posisi tubuh,
dan sejenisnya.
·
Belajarlah keterampilan
komunikasi verbal, misalnya: mengajukan
permintaan permintaan
dengan jelas, menanggapi
kritik secara efektif,
menolak pengaruh negatif, mendengarkan
orang lain, ikut
serta dalam kelompokkelompok kegiatan positif yang banyak menggunakan komunikasi
verbal, dan sejenisnya.
Cara
lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif untuk mengembangkan emosi remaja
agar dapat berkembang
ke arah memiliki
kecerdasan emosional adalah dengan
mengembangkan kegiatan yang
didalamnya mengundang materi yang
dikembangkan oleh Daniel
Golemen (1995) yang
kemudian diberi nama “SelfScience Curriculum”, yaitu
sebagaimana dipaparkan berikut ini:
a. Belajarlah mengembangkan
kesadaran diri: caranya
adalah dengan mengamati diri Anda dan mengenali
perasaanperasaan anda; menghimpun kosa kata untuk mengungkapkan perasaan;
memahami hubungan antara
pikiran, perasaan, dan reaksi emosional.
b. Belajarlah
mengambil keputusan pribadi: caranya adalah mencermati tindakan tindakan dan
akibatakibatnya; memahami apa
yang menguasai suatu keputusan, atau
perasaan; menerapakan pemahaman
ini ke masalahmasalah yang cukup berat,seperti masalah
seks dan obat terlarang.
c. Belajarlah mengelola
perasaan: caranya adalah
memantau pembicaraan sendiri untuk menangkap pesanpesan negatif
yang terkandung didalamnya( misalnya : Sakit hati yang mendorong amarah ).
d. Belajarlah menangani
stress: caranya adalah
mempelajari pentingnya berolrahraga.
Perenungan yang terarah, dan metode relaksasi.
e. Belajar berempati:
caranya adalah memahami perasaan
dan masalah orang lain dan berpikir dengan sudut pandang orang
lain.
f. Belajarlah
berkomonikasi
g. Belajarlah
membuka diri
h. Belajarlah
mengembangkan pemahaman
i.
Belajarlah menerima diri sendiri
j.
Belajarlah mengembangkan tanggungjawab
pribadi
k. Belajarlah
mengembangkan ketegasan
l.
Belajar dinamikadinamika kelompok,dan
m. Belajarlah
menyelesaikan konflik
Mendidik anak
menjadi orang yang
kreatif adalah upaya menyukseskan
masa depan mereka. Banyak anak
yang menjadi korban akibat dari salah didik yang berorientasi ke mata pelajaran
yang menempa aspek
kognitif semata atau
menggembirakan hati yang sesaat.
Dengan alasan mencoba
meningkatkan harga diri
anak melalui pujian
dan penghargaan, kita manjadi
permissif (membiarkan) dalam
hal disiplin dan
menuntut terlalu sedikit. Dalam
upaya memberi mereka
dunia yang serba
menyenangkan seperti dialam mimpi,
kita lupa bahwa
stress dan ketidak
nyamanan adalah bagian
yang sama penting dalam
pengalaman manusia seperti
cinta dan kasih
sayang, dan ketika
kita membebaskan mereka dari
kesempatan belajar tentang
keterampilan mengatasi masalah yang
penting dalam menghadapi
rintanagan dan kekecewaan
yang tak terhindarkan dalam dunia
mereka kelak.
Banyak anak
yang kelihatannya sukses
dalam menerima pelajaran
tapi ketika dihadapkan kepada
kemampuan untuk memecahkan
masalah dengan cara
baru tidak memperoleh kemampuan
sama sekali. Padahal
ketika menjalani kehidupan
jusru persoalan kreatif menjadi lebih penting lebihlebih dalam era yang
serba tidak menentu.
D. Teori Perkembangan Kepribadian
Ada beberapa
teori yang membahas
mengenai perkembangan kepribadian dalam
proses sosialisasi. Teori-teori
tersebut antara lain
Teori Tabula Rasa, Teori
Cermin Diri, Teori
Diri Antisosial, Teori
Ralph Conton, dan Toeri
Subkultural Soerjono Soekanto.
a. Teori Tabula Rasa
Pada tahun 1690 John
Locke mengemukakan Teori
Tabula Rasa dalam
bukunya
yang berjudul “An
Essay Concerning Human
Understanding.” Menurut
teori ini, manusia
yang baru lahir
seperti batu tulis
yang bersih dan akan
menjadi seperti apa
kepribadian seseorang ditentukan
oleh pengalaman yang didapatkannya. Teori ini mengandaikan bahwa semua individu pada
waktu lahir mempunyai
potensi kepribadian yang
sama. Kepribadian seseorang setelah
itu semata-mata hasil
pengalaman sesudah lahir (Haviland, 1989:398).
Perbedaan pengalaman
yang dialami seseorang
itulah yang menyebabkan adanya
bermacam-macam kepribadian dan
adanya perbedaan kepribadian antar
inividu yang satu
dengan individu yang lain.
Teori tersebut
tidak dapat diterima
seluruhnya. Kita tahu
bahwa setiap orang memiliki
kecenderungan khas sebagai
warisan yang dibawanya sejak lahir
yang akan memengaruhi
kepribadiannya pada waktu dewasa.
Akan tetapi juga
harus diingat bahwa
warisan genetik hanya menentukan potensi
kepribadian setiap orang.
Tumbuh dan berkembangnya potensi
itu tidak seperti
garis lurus, namun
ada kemungkinan terjadi penyimpangan.
Kepribadian seseorang tidak selalu berkembang sesuai dengan potensi
yang diwarisinya. Warisan genetik itu
memang memengaruhi kepribadian,
tetapi tidak mutlak menentukan
sifat kepribadian seseorang.
Pengalaman hidup, khususnya pengalaman-pengalaman yang
diperoleh pada usia
dini, sangat menetukan kepribadian individu.
b. Teori Cermin Diri
Teori Cermin
Diri (The Looking
Glass Self )
ini dikemukakan oleh Charles H.Cooley.
Teori ini merupakan
gambaran bahwa seseorang hanya bisa berkembang dengan
bantuan orang lain. Ada tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri.
·
Imajinasi tentang
pandangan orang lain
terhadap diri seseorang, seperti bagaimana tingkah lakunya
di mata orang lain.
·
Imajinasi terhadap
penilaian orang lain
tentang apa yang
terdapat pada diri masing-masing orang. Misalnya, pakaian yang dipakai.
·
Perasaan
seseorang tentang penilaian-penilaian itu,
seperti bangga, kecewa, gembira,
atau rendah hati.
c. Teori Diri Antisosial
Teori ini
dikemukakan oleh Sigmund
Freud. Dia berpendapat
bahwa diri manusia mempunyai tiga bagian, yaitu id, superego, dan ego.
·
Id
adalah pusat nafsu
serta dorongan yang
bersifat naluriah, tidak social, rakus, dan antisosial.
·
Ego adalah bagian
yang bersifat sadar
dan rasional yang
mengatur pengendalian superego terhadap
id. Ego secara
kasar dapat disebut sebagai akal pikiran.
·
Superego
adalah kompleks dari
cita-cita dan nilai-nilai
sosial yang dihayati seseorang
serta membentuk hati
nurani atau disebut sebagai kesadaran sosial.
d. Teori Ralph dan Conton
Teori ini
mengatakan bahwa setiap
kebudayaan menekankan serangkaian
pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan itu.
e. Teori Subkultural Soerjono Soekanto
Teori ini
mencoba melihat kaitan
antara kebudayaan dan
kepribadian dalam ruang lingkup
yang lebih sempit,
yaitu kebudayaan khusus (subcultural). Dia
menyebutkan ada beberapa
tipe kebudayaan khusus yang memengaruhi kepribadian, yaitu
sebgai berikut.
·
Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan.
·
Cara
hidup di kota dan di desa yang berbeda.
·
Kebudayaan khusus kelas sosial.
·
Kebudayaan khusus atas dasar agama.
·
Kebudayaan khusus atas dasar pekerjaan
atau keahlian.
E. Faktor yang Mempengaruhi
Kepribadian
1.
Faktor
Biologis
Faktor biologis
merupakan faktor yang
berhubungan dengan keadaan
jasmani, atau seringkali
pula disebut faktor fisiologis
seperti keadaan genetik,
pencernaan, pernafasaan, peredaran
darah, kelenjar-kelenjar, saraf,
tinggi badan, berat badan,
dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap
orang sejak dilahirkan
telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal
ini dapat kita
lihat pada setiap
bayi yang baru lahir. Ini
menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari
keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan
fisik tersebut memainkan
peranan yang penting
pada kepribadian seseorang.
2.
Faktor
Sosial
Faktor sosial
yang dimaksud di
sini adalah masyarakat yakni manusia-manusia lain
disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk
juga kedalam faktor
sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa,
dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat
itu.
Sejak dilahirkan,
anak telah mulai
bergaul dengan orangorang
disekitarnya. Dengan lingkungan
yang pertama adalah keluarga. Dalam
perkembangan anak, peranan
keluarga sangat penting
dan menentukan bagi
pembentukan kepribadian
selanjutnya. Keadaan dan
suasana keluarga yang
berlainan memberikan
pengaruh yang bermacam-macam pula
terhadap perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh lingkungan
keluarga terhadap perkembangan anak sejak
kecil adalah sangat mendalam
dan menentukan perkembangan pribadi
anak selanjutnya. Hal
ini disebabkan karena pengaruh
itu merupakan pengalaman
yang pertama, pengaruh yang diterima
anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh
itu sangat tinggi
karena berlangsung terus menerus, serta
umumnya pengaruh itu
diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin
besar seorang anak maka pengaruh
yang diterima dari
lingkungan sosial makin
besar dan meluas. Ini
dapat diartikan bahwa
faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan
pembentukan kepribadian.
3.
Faktor
Kebudayaan
Perkembangan dan
pembentukan kepribadian pada
diri masing-masing orang tidak
dapat dipisahkan dari
kebudayaan masyarakat di mana seseorang
itu dibesarkan. Beberapa
aspek kebudayaan yang sangat
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain:
·
Nilai-nilai (Values)
Di dalam
setiap kebudayaan terdapat
nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi
oleh manusia-manusia yang
hidup dalam kebudayaan itu.
Untuk dapat diterima
sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki
kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
·
Adat dan Tradisi.
Adat dan
tradisi yang berlaku
disuatu daerah, di
samping menentukan
nilai-nilai yang harus
ditaati oleh anggota-anggotanya, juga
menentukan pula cara-cara
bertindak dan bertingkah laku
yang akan berdampak pada kepribadian seseorang
·
Pengetahuan dan Keterampilan.
Tinggi rendahnya
pengetahuan dan keterampilan
seseorang atau suatu masyarakat
mencerminkan pula tinggi
rendahnya kebudayaan
masyarakat itu. Makin
tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin
berkembang pula sikap
hidup dan cara-cara kehidupannya.
·
Bahasa
Di
samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan
salah satu faktor yang turut menentukan cirri-ciri khas
dari suatu kebudayaan.
Betapa erat hubungan
bahasa dengan kepribadian manusia
yang memiliki bahasa
itu. Karena bahasa merupakan
alat komunikasi dan
alat berpikir yang
dapat menunukkan bagaimana seseorang
itu bersikap, bertindak
dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain.
·
Milik Kebendaan (material possessions)
Semakin
maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern
pula alat-alat yang
dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal
itu semua sangat
mempengaruhi kepribadian manusia
yang memiliki kebudayaan itu.
F. Upaya Pengembangan Aspek
Kepribadian
Secara umum,
kepribadian itu pada
dasarnya dibentuk oleh
pendidikan, karena pendidikan
menanamkan tingkah laku
yang kontinyu dan
berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan,
ketika ia dijadikan
norma, kebiasaan itu
berubah menjadi adat, membentuk sifat,
sifat-sifat seseorang merupakan
tabi’at atau watak,
tabi’at rohaniah dan sifat
lahir membentuk kepribadian.
Hal ini, sesuai
dengan definisi pendidikan, yaitu
usaha sadar, teratur,
dan sistematik yang
dilakukan oleh orangorang
yang diserahi tanggung
jawab untuk mempengaruhi
anak agar mempunyai sifat dan
tabi'at sesuai dengan
cita-cita pendidikan. Amir Daien
Indrakusuma (1973:108),
menegaskkan bahwa kepribadian
itu dapat dibentuk
oleh pendidikan, dan
pendidikan itu sendiri bersumber pada
tiga pusat pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Terbentuknya kepribadian
pada diri seseorang,
itu berlangsung melalui perkembangan yang
terus menerus. Seluruh
perkembangan itu, tampak
bahwa tiap perkembangan maju
muncul dalam cara-cara
yang kompleks dan
tiap perkembangan didahului oleh
perkembangan sebelumnya. Ini
berarti, bahwa perkembangan
itu tidak hanya
kontiyu, tapi juga
perkembangan fase yang
satu diikuti dan
menghasilkan perkembangan pada
fase berikutnya. Menurut Ahmad
D.Marimba (1989: 88)
pembentukan kepribadian merupakan suatu
proses yang terdiri atas tiga
taraf, yaitu:
1.
Pembiasaan
Pembiasaan ialah
latihan-latihan tentang sesuatu
supaya menjadi biasa. Pembiasaan hendaknya
ditanamkan kepada anak-anak
sejak kecil, sebab
pada masa itu merupakan
masa yang paling
peka bagi pembentukan
kebiasaan.Pembiasaan yang ditanamkan
kepada anak-anak, itu
harus disesuaikan dengan perkembangan jiwanya. Pendidikan yang
diberikan kepada anak
sejak kecil, merupakan
upaya dalam rangka pembentukan
kepribadian yang baik.
Hal ini, sebagaimana
dikemukakan oleh M. Athiyah
al-Abrasy (1990:105-107) bahwa
para filosof Islam
merasakan betapa pentingnya periode
kanak-kanak dalam pendidikan
budi pekerti, dan membiasakan anak-anak
kepada tingkah laku
yang baik sejak
kecilnya. Mereka ini semua
berpendapat bahwa pendidikan
anak-anak sejak dari
kecilnya harus mendapat perhatian
penuh.
Ibnu Qoyyim
Al-Jauzi, sebagaimana dikutip
oleh M. Athiyah
al-Abrasy (1990:107) mengemukakan, bahwa
pembentukan yang utama
ialah waktu kecil,
maka apabila seorang anak
dibiarkan melakukan sesuatu
(yang kurang baik)
dan kemudian telah menjadi
kebiasaannya, maka akan
sukarlah meluruskannya.
Tujuan utama
dari kebiasaan ini,
adalah penanaman kecakapan-kecakapan berbuat dan
mengucapkan sesuatu agar
cara-cara yang tepat
dapat dikuasai oleh siterdidik
yang terimplikasi mendalam bagi pembentukan selanjutnya. Kebiasaan Baik dapat membentuk
kepribadian anak atau kepribadian siswa
2.
Pembentukan minat dan sikap
Dalam taraf
kedua ini, pembentukan
lebih dititik beratkan pada
perkembangan akal (pikiran, minat, dan
sikap atau pendirian). Menurut Ahmad
D. Marimba (1989:88) bahwa
pembentukan pada taraf ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
a. Formil
Pembentukan secara
formil, dilaksanakan dengan
latihan secara berpikir, penanaman minat
yang kuat, dan
sikap (pendirian) yang
tepat. Tujuan dari pembentukan formil ini adalah:
·
Terbentuknya cara-cara
berpikir yang baik,
dapat menggunakan metode berpikir yang tepat, serta mengambil
kesimpulan yang logis.
·
Terbentuknya minat yang
kuat, yang sejajar
dengan terbentuknya pengertian. Minat merupakan
kecenderungan jiwa ke
arah sesuatu karena
sesuatu itu mempunyai arti bukan
karena terpaksa.
·
Terbentuknya sikap
(pendirian) yang tepat.
Sikap terbentuk bersama-sama dengan minat.
Sikap yang tepat,
ialah bagaimana seharusnya
seseorang itu bersikap terhadap
agamanya, nilai-nilai yang
ada di dalamnya,
terhadap nilainilai kesulitan,
dan terhadap orang lain yang berpendapat lain.
b. Materil
Pembentukan materil
sebenarnya telah dimulai
sejak masa kanak-kanak,
jadi sejak pembentukan taraf
pertama, namun barulah
pada taraf kedua
ini (masa intelek dan
masa sosial). Anak-anak
yang telah cukup
besar dan mampu
menepis mana yang berguna dan mana yang tidak, harusnya dilatih berpikir
kritis.
c. Intensil
Pembentukan intensil
yaitu pengarahan, pemberian
arah, dan tujuan
yang jelas bagi pendidikan
Islam, yaitu terbentuknya
kepribadian muslim. Untuk membentuk ke
arah mana kepribadian
itu akan dibawa,
maka di samping pemberian pengetahuan
juga tentang nilai-nilai.
Jadi, bukan hanya
merupakan pemberian
perlengkapan, tetapi juga
pemberian tujuan ke
arah mana perlengkapan itu
akan dibawa. Pada
segi lain, pembentukan
intensil ini lebih progresif lagi,
yaitu nilai-nilai yang
mengarahkan sudah harus
dilaksanakan dalam
kehidupan. Mungkin masih
dengan pengawasan orang
tua, tetapi lebih baik lagi jika atas keinsyafan sendiri.
3.
Pembentukan kerohanian yang luhur
Pada
taraf ini, pembentukan dititik beratkan pada aspek kerohanian untuk mencapai kedewasaan
rohaniah, yaitu
dapat memilih, memutuskan,
dan berbuat atas dasar kesadaran sendiri dengan
penuh rasa tanggung
jawab, kecenderungan ke arah
berdiri sendiri yang
diusahakan pada taraf
yang lalu, misalnya
peralihan dari disiplin luar ke arah
disiplin sendiri, dari
menerima teladan ke
arah mencari teladan, pada taraf
ini diintensifkan.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang diberikan oleh orang tua dalam
keluarga, baik dalam
bentuk bimbingan, pendidikan,
maupun perhatian merupakan salah
satu upaya yang
dapat membentuk kepribadian
anak atau kepribadian siswa.
Selain itu, terdapat
pula cara lain
yang dapat dipergunakan dalam membentuk
kepribadian, yaitu pembiasaan,
yang bertujuan untuk menanamkan kecakapan-kecakapan berbuat,
mengucapkan sesuatu dengan tepat, dan
dapat dikuasai oleh
si anak serta
mempunyai implikasi yang
mendalam bagi pembentukan
kepribadian pada tahap selanjutnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat kami tarik pada makalah ini, yaitu :
1. Teori
perkembangan emosi, diantaranya :
·
Teori
James-Lange
·
Teori
“Emergency” Canon
·
Teori Scahcter – Singer
2. Faktor-faktor
yang mempengaruhi emosi, diantaranya:
·
Perubahan jasmani
·
Perubahan pola interaksi denga orang tua
·
Perubahan interaksi dengan teman-teman
·
Perubahan pandangan luar
3. Upaya
pengembangan aspek emos, diantaranya:
·
Pengembangan keterampilan emosional
·
Pengembangan keterampilan kognitif
·
Pengembangan keterampilan perilaku
4. Teori
perkembangan kepribadian, diantaranya:
·
Teori tabula rasa
·
Teori cermin diri
·
Teori antisocial
·
Teori Ralph dan Conton
·
Teori subkultural Soerjono Soekanto
5. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepribadian, diantaranya:
·
Faktor biologis
·
Faktor social
·
Faktor kebudayaan
6. Upaya
pengembangan aspek kepribadian, diantaranya :
·
Pembiasaan
·
Pembentukan minat dan sikap
·
Pembentukan kerohanian yang luhur
B. Saran
Adapun
saran yang dapat kami berikan pada makalah ini, yaitu :
1. Manajemen
emosi anda dengan baik. Karena keberhasilan sesorang tidak hanya ditentukan kecerdasannya
semata tetapi emosi juga berpengaruh besar terhadap kesuksesan anda.
2. Gunakan
manajemen emosi ini untuk membimbing peserta didik agar dapat optimal dalam mengolah
emosinya.
DAFTAR
PUSTAKA
M, Asrori. 2008. Perkembangan
Peserta Didik. Untan Press : Pontianak
U, Husna Asmara. 2004. Penulisan Karya Ilmiah. Fahruna Bahagia : Pontianak
Fatimah, Enung. 2008.
Psikologi Perkembangan (Perkembangan
Peserta Didik).Bandung: CV. Pustaka Setia
Agus, Sujanto.1986. Psikologi Kepribadian, Jakarta: Aksara Baru.
Defabj.blogspot.co.id/2013/03/makalahteoriperkembanganemosi.html
Tiarprasetia.blogspot.co.id/2013/05/perkembanganemosiremaja.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar