Minggu, 03 Juli 2016

Makalah Perkembangan Emosi dan Perkembangan Kepribadian

TUGAS KELOMPOK
MAKALAH
PERKEMBANGAN
EMOSI DAN KEPRIBADIAN







Oleh:
Kelompok VIB
Siti Amini Haris (20700114045)
Hartina P (20700114056)
Firdaus Amrullah (20700114076)






JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2016


KATA PENGANTAR
http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTXSpM92qc9Zqdou3Bd4fXd5QNlHJnPtyhas85qQi29Uk9kKv-3Kw
            Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertema “Perkembangan Emosi  dan Kepribadian ini. Tak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nantikan syafaat nya di hari kiamat nanti.
Penulis yang merupakan mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UIN-AM) yang ditugaskan untuk membuat makalah dengan tema “Perkembangan Emosi dan Kepribadian. Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah wajib untuk setiap mahasiswa dalam ruang lingkup Jurusan Pendidikan Matematika kelas 3-4, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Makalah ini membahas mengenai teori perkembangan emosi, faktor-faktor yang mempengaruhi emosi, upaya pengambangan aspek emosi, teori perkembangan kepribadian, faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian dan upaya pengembangan aspek kepribadian.
Makalah ini tidak serta merta dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak  yang telah ikut andil dalam proses penyelesaian makalah ini baik langsung maupun tidak langsung.
            Penulis menyadari bahwa sekeras apapun usaha yang dilakukan,       ketidaksempurnaan pasti mengiringinya, karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT semata. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga dalam penulisan berikutnya dapat lebih baik dari makalah ini. Akhir kata, semoga segala usaha kita dapat bernilai ibadah dan mendapat ridho di sisi-Nya, Amin ya Rabb
Makassar, Juni 2016
Kelompok VI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................       i
DAFTAR ISI......................................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................      1           
B.     Rumusan Masalah...................................................................................      2
C.     Tujuan Penulisan.....................................................................................      2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Teori Perkembangan Emosi.....................................................................      3
B.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi.............................................. .    6
C.     Upaya Pengembangan Aspek Emosi......................................................    11
D.    Teori Perkembangan Kepribadian...........................................................    14
E.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian....................................    16
F.      Upaya Pengembangan Aspek Kepribadian.............................................    19
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.............................................................................................    23
B.     Saran.......................................................................................................    24
Daftar Pustaka....................................................................................................    25




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Manusia adalah makhluk yang kompleks, kekompleksitasan manusia itu tiada taranya di muka bumi ini. Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh lebih rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena keunikannya. Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun. Juga dengan sesamanya. Tetapi, bagaimanapun sulitnya atau apapun hambatannya, manusia ternyata tidak pernah berhenti berusaha menemukan jawaban yang dicarinya itu. Dan barang kali sudah menjadi ciri atau sifat manusia juga untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah puas dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang dirinya sendiri dan sesamanya. Sekian banyak upaya yang telah diarahkan untuk memahami manusia. Tetapi tidak semua upaya tersebut membawa hasil, namun upaya pemahaman tentang manusia tetap memiliki arti penting dan tetap harus dilaksanakan. Bisa dikatakan bahwa kualitas hidup manusia, tergantung kepada peningkatan pemahaman kita tentang manusia. Dan psikologi, baik secara terpisah maupun sama-sama dengan ilmu-ilmu lain, sangat berperan secara mendalam dalam penganganan masalah kemanusiaan ini.





B.     Rumusan Masalah
                        Adapun rumusan amsalah yang kami angkat pada makalah ini, yaitu :
1.      Bagaiamana teori perkembangan emosi?
2.      Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi emosi?
3.      Bagaimana upaya pengembangan aspek emosi?
4.      Bagaimana teori perkembangan kepribadian?
5.      Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian?
6.      Bagaimana upaya pengembangan aspek kepribadian?

C.    Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Untuk mengetahui teori perkembangan emosi.
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi emosi.
3.      Untuk mengetahui upaya pengembangan aspek emosi.
4.      Untuk mengetahui teori perkembangan kepribadian.
5.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian
6.      Untuk mengetahui upaya pengembangan aspek kepribadian.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori Perkembangan Emosi
            Terdapat beberapa teori perkembangan emosi, diantaranya yaitu :
1.      Teori James-Lange
     Teori ini dicetuskan oleh dua orang yaitu William James dari Amerika Serikat dan Carl Lange dari Denmark. Carl Lange (dalam Sarlito, 2000:8586) mengemukakan bahwa emosi identik dengan perubahanperubahan dalam sistem peradaran darah. Pendapat ini kemudian dikembangkan oleh James dengan mengatakan bahwa emosi adalah hasil persepsi sesseorang terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap rangsanganrangsangan yang datang dari luar. Teori ini menekankan emosi sebagai respon dari perubahan faal yang terjadi pada dirinya.
     Contohnya, jika  seseorang  misalnya  melihat  harimau, reaksinya  adalah  peredaran  darah  makin  cepat  karena  denyut  jantung  makin  cepat, paruparu  lebih  cepat  memompa  udara  dan  sebagainya.  Responrespon  tubuh  ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut yang timbul?  Ini disebabkan  oleh  hasil  pengalaman  dan  proses  belajar.  Orang  bersangkutan  dari  hasil pengalamannya  mengetahui  bahwa  harimau  adalah  makhluk  yang  berbahaya,  karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut.
     Emosi  menurut  kedua  ahli  ini,  terjadi  adanya  perubahan  pada  sistem vasomotor  (otototot).  Suatu  peristiwa  dipersepsikan  menimbulkan  perubahan
fisiologis  dan  perubahan  psikologis  yang  disebut  emosi.  Dengan  kata  lain  menurut James  Lange,  seseorang  bukan  tertawa  karena  senang,  melainkan  ia  senang  karena tertawa.
     James  Lange  mengemukakan  prosesproses  terjadinya  emosi  dihubungkan
dengan faktor fisik dengan urutan sebagai berikut :
·         Mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi
·         Memberikan reaksi terhadap situasi dengan pola khusus melalui aktivitas fisik
·         Mempersiapkan  pola  aktivitas  fisik  yang  mengakibatkan  munculnya  emosi  secara khusus.
Uraian ini disingkat menjadi :
Lingkungan – Otak – Perubahan pada tubuh + emosi
     James  Lange  menghasilkan  lima  tingkatan  emosi  dalam  proses  emosi  yang terdiri dari :
·         Situasi
·         Persepsi tentang situasi
·         Perubahanperubahan dalam tubuh
·         Perbuatan yang terlihat, misalkan melarikan diri dari bahaya
·         Keadaan sadar dari emosi
Dapat disimpulkan bahwa teori JamesLange menempatkan aspek persepsi terhadap respon fisiologis yang terjadi ketika ada rangsangan datang sebagai pemicu emosi yang dialami oleh manusia. Perubahanperubahan fisiologis itu diterjemahkan menjadi emosi. Pertanyaan mendasar terhadap teori adalah bahwa dalam kenyataan sehari hari terjadi perubahan fisiologis yang sama, tapi emosi yang dialami berbeda. Misalnya tentang berdebarnya jantung seseorang, jantung akan berdebar ketika kita bertemu dengan harimau, jantung juga akan berdebar ketika kita bertemu dengan orang yang kita kagumi. Tapi dari kedua kedaan itu emosi yang terjadi berbeda. Jadi apakah berdebarnya jantung itu pasti memunculkan rasa takut? Pertanyaan inilah yang memancing penolakan teori JamesLange. Tokoh yang sangat menentang teori ini adalah W. B. Cannon yang kemudian menyusun teori baru yang bertolak belakang dengan teori JamesLange. Kemudian Philip Bard ikut mendukungnya.
2.      Teori “Emergency” Canon
Teori CannonBard hendak menjelaskan bahwa persepsi terhadap obyek yang dapat menimbulkan emosi diproses secara simultan oleh dua instansi yakni sistem syaraf otonom dan cerebal cortex. Degup jantung bulu roma berdiri, atau nafas berat terengaengah terjadi bersamaan dengan emosi takut. Jadi emosi dengan perubahan fisiologis terjadi secara simultan. Jadi menurut teori ini tidak mungkin terjadi perubahan faali yang menyebabkan munculnya emosi sebagaimana deskripsi teori JamesLange.
            Melihat dari dua teori diatas maka kita dapat melihat bahwa kedua teori diatas adalah bertentangan.sehingga Atkinson menanggapi tentang masalah ini: pengalaman sadar kita tentang emosi melibatkan integrasi informasi tentang keadaan fisiologi tubuh dan informasi tentang situasi yang membangkitkan emosi. Kedua macam informasi itu cenderung berkesinambungan dalam waktu, dan integrasinya menentukan intensitas serta sifat keadaan emosional yang kita rasakan. Dalam kerangka konseptual ini, perbedaan waktu yang dibuat oleh teori JamesLange dan CannonBard tidak terlalu berarti. Pada saat tertentu, seperti bila tibatiba orang berada dalam keadaan bahaya, tandatanda awal pengalaman emosional dapat didahului oleh aktifitas otonom (dalam hal ini, JamesLange yang benar). Pada kesempatan lain, kesadaran akan adanya emosi jelasjelas mendahului aktifitas otonom (dalam hal ini, Cannon Bard yang benar). Dengan demikian, kedua teori ini sebenarnya tidak perlu dipertentangkan karena samasama bisa terjadi dalam kehidupan manusia.
3.      Teori Scahcter-Singer
          Teori  ini  dikenal  sebagai  teori  yang  paling  klasik  yang  berorientasi  pada rangsangan.  Reaksi  fisiologik  dapat  saja  sama  (hati  berdebar,  tekanan  darah  naik, nafas  bertambah  cepat,  adrenalin  dialirkan  dalam  darah  dan  sebagainya)  namun  jika rangsangannya  menyenangkan  –  seperti  diterima  di  perguruan  tinggi  yang  diminati, emosi  yang  timbul  dinamakan  senang.  Sebaliknya  jika  rangsangannya  membahayakan (misalnya  melihat  ular  yang  berbisa)  emosi  yang  timbul  dinamakan  takut.  Para  ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
      Menurut  Berkowitz  (1993),  banyak  pemikiran  saat  ini  tentang  peran  ateribusi dalam  emosi  mulai  dengan  sebuah  teori  kognitif  yang  sangat  dikenal  yang dipublikasikan  oleh  Stanley  Schachter  dan  Jerome  Singer  pada  tahun  1962  .  Konsepsi Berkowitz  tentang  bagaimana  pikiran  tingkat  tinggi  menentukan  pembentukan suasana  emosional  setelah  munculnya  reaksi  saraf,  relatif  primitif  dan  emosional  dipengaruhi oleh formula ini.
            Schachter dan Singer mengemukakan bahwa emosi tertentu merupakan fungsi dari  reaksireaksi  tubuh  tertentu.  Menurutnya  pula  kita  tidak  merasa  marah  karena ketegangan  otot,  rahang  yang  berderak,  denyut  nadi  kita  menjadi  cepat,  dan sebagainya  tetapi  karena  kita  secara  umum  jengkel  dan  kita  mempunyai  beberapa kognisi tertentu tentang sifat kejengkelan kita.
B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emosi
            Perkembangan  emosi  seseorang  pada  umumnya  tampak  jelas  pada  perubahan  tingkah lakunya. Kualitas  atau  fluktuasi  gejala  yang tampak  dalam  tingkah  laku  itu  sangat  tergantung  pada  tingkat  fluktuasi  emosi  yang  ada  padaindividu  tersebut.  Dalam  kehidupan  sehari­hari  sering  kita  lihat  beberapa  tingkah  laku emosional,  misalnya:  agresif,  rasa  takut  yang  berlebihan,  sikap  apatis,  dan  tingkah  laku menyakiti­diri seperti : melukai diri sendiri, memukul­mukul kepala sendiri, dan sejenisnya. Ada  sejumlah  faktor  yang  mempengaruhi  perkembangan  emosi  remaja  yaitu  sebagai berikut :
1.      Perubahan jasmani
     Perubahan  jasmani  yang  ditunjukan  dengan  adanya  pertumbuhan  yang  sangat  cepat dari anggota tubuh memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan emosi. Pada taraf permulaan,  pertumbuhan  ini  hanya  terbatas  pada  begian­bagian  tertentu  saja  yang mengakibatkan  postur  tubuh  menjadi  tidak  seimbang.  Ketidakseimbangan  tubuh  ini  sering mempunyai  akibat  yang  tidak  terduga  pada  perkembangan  emosi  .  Tidak  setiap  orang dapat  menerima  perubahan  kondisi  tubuh  seperti  itu,  lebih­lebih  jika  perubahan  tersebut menyangkut  perubahan  kasar . Hormon­hormon  tertentu  mulai  berfungsi sejalan  dengan  perkembangan  alat  kelaminnya  sehingga  dapat  menyebabkan  rangsangan  di dalam tubuh dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya
2.      Perubahan Pola Interaksi dengan Oramg Tua
     Pola  interaksi  orangtua  dengan  anak,  termasuk  remaja,  sangat  bervariasi. Ada  yang pola  interaksinya  menurut  apa  yang  dianggap  terbaik  oleh  dirinya  sendiri  saja  sehingga  ada yang  bersifat  mamaksakan  kehendak,  memanjakan  anak,  acuh  tak  acuh,  tetapi  ada  juga  yang dangan  penuh  cinta  kasih.  Perbedaan  pola  intereksi  orang  tua  seperti  ini  sangat  berpengaruhterhadap  perbedaan  perkembangan  emosi  remaja.  Cara  memberikan  hukuman,  misalnya, ketika  dulu  masih  anak­anak,  orang  tua  bisa  memukul  anak  jika  anak  berbuat  nakal,  tetapi pada  saat  remaja  cara­  cara  semacam  itu  justru  dapat  menimbulkan  ketegangan  yang  lebih berat  antara remaja  dengan  orang  tuanya.  Dalam  konteks  ini  Gardner  (1992)  mengibaratkan dengan  kalimat:  “  To  Big  To  Spank”   yang  maknanya  bahwa  remaja     itu  sudah  terlalu  besar untuk terpukul.
          Pemberontakan  terhadap  orang  tua  menunjukan  bahwa  mereka  berada  dalam  keadaan konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua. Mereka tidak merasa puas kalau tidak pernah sama sekali menunjukan perlawanan terhadap orang tua karena ingin menunjukan bahwa  dirinya  telah  berhasil  menjadi  orang  yang  lebih  dewasa.  Jika  mereka  berhasil  dalam perlawanan  terhadap  orang  tua  sehingga  orang  tuanya  marah,  maka  merekapun  belum  merasa puas karena orang tua tidak menunjukan pengertian yang mereka inginkan. Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.
3.      Perubahan Interaksi Dengan Teman­teman
     Remaja  seringkali  membangun  interaksi  sesama  teman  sebayanya  secara  khas  dengan cara  berkumpul  untuk  melakukan  aktivitas  bersama  dan  membentuk  semacam  “gang” .Interaksi  antar  anggota  dalam  suatu  kelompok  “gang’’   biasanya  sangat  intens  serta  memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan  kelompok  dalam  bentuk  gang  seperti  ini  sebaiknya  diusahakan  terjadi  pada masa  remaja  awal  saja  karena  biasanya  bertujuan  positif,  yaitu  untuk memenuhi minat mereka bersama.  Usahakan  dapat  menghindarkan  pembentukan  kelompok  gang  itu  ketika  sudah memasuki  masa  remaja  tengah  atau  remaja  akhir  karena  masa  ini  para  anggotanya  biasanya membutuhkan  teman­teman  untuk  melawan  otoritas,  melakukan  perbuatan  yang  tidak  baik,atau bahkan kejahatan bersama.
     Faktor  yang  sering  mendatangkan  masalah  emosi  pada  masa  remaja  adalah  hubungan cinta  dangan  teman  lawan  jenis.  Gejala  ini  sebenarnya  sehat  bagi  remaja,  tetapi  juga  tidak jarang  menimbulkan  konflik  atau  gangguan  emosi  pada  remaja  jika  tidak  diikuti  dengan bimbingan dari orang  tua atau orang yang  lebih dewasa. Gangguan emosional    yang  mendalam  dapat  terjadi  ketika  cinta  remaja  tidak  terjawab,    ditolak,  atau karena  pemutusan  hubungan  cinta  sepihak  sehingga  banyak  mendatangkan  kecemasan  bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.
4.      Perubahan Pandangan Luar
     Faktor  penting  yang  dapat  mempengaruhi  perkembangan  emosi  remaja  selain perubahan­perubahan  yang  terjadi  dalam  diri  remaja  itu  sendiri  adalah  pandangan  dunia  luar dirinya.  Ada  sejumlah  perubahan  pandangan  dunia  luar  yang  dapat  menyebabkan  konflik­ konflik emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
·         Sikap  dunia  luar  terhadap  remaja  sering  tidak  konsisten.  Kadang­kadang  mereka  dianggap sudah  dewasa,  tetapi  mereka  tidak  mendapat  kebebasan  penuh  atau  peran  yang  wajar sebagaimana  orang  dewasa.  Seringkali  mereka  masih  dianggap  anak  kecil  sehingga  berakibat timbulnya  kejengkelan  pada  diri  remaja.  Kejengkelan  yang  mendalam  dapat  berubah  menjadi tingkah laku emosional.
·         Dunia  luar  atau masyarakat masih menerapkan nilai­nilai yang berbeda untuk  remaja  laki­laki dan  perempuan.  Jika  remaja  laki­laki  memiliki  teman  banyak  perempuan,  mereka  mendapat predikat  “popular” dan  mendatangkan  kebanggaan.  Sebaliknya,  apabila  remaja  putri mempunyai banyak teman laki­kaki sering dianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang  kurang  baik  juga.  Penerapan  nilai  yang  berbeda  semacam  ini  jika  tidak  disertai  dengan pemberian pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
·         Seringkali  kekosongan  remaja  dimanfaatkan  oleh  pihak  luar  yang  tidak  bertanggung  jawab yaitu  dengan  cara  melibatkan  remaja  tersebut  kedalam  kegiatan­kegiatan  yang  merusak dirinya  dan  melanggar  nilai­nilai  moral , seperti  :  penyalahgunaan  obat  terlarang,  minum­minuman  keras,  atau  tindak  kriminal  dan  kekerasan.  Perlakuan  dunia  luar  semacam  ini  akan sangat merugikan bagi perkembangan emosional remaja.
5.      Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi
     Perkembangan  emosional  individu  sebenarnya merupakan  perkembangan  yang  paling sulit  untuk  diklasifikasikan.  Ini  tampak  pada  gejala  kehidupan  sehari­sehari  bahwa  tidak jarang  orang  dewasa  pun  mengalami  kesulitan  untuk  menyatakan  perasaan.  Fenomena semacam  ini menyebabkan  sulitnya  untuk mencari  perbedaan  individual  dalam  perkembangan emosi. Lagi  pula, munculnya  emosi  seseorang  sangat  tergantung  atau  dipengaruhi  lingkungan,
pengalaman,  kebudayaan  dan  lain  sebagainya,  sehingga  untuk  mengukur  emosi  amat  sulit pula.
     Proses  kematangan  perkembangan  emosi  mempunyai  hubungan  erat  dengan pertumbuhan  dan  perkembangan.  Sejak  lahir  sampai  kira­kira  umur  15  bulan,  kebutuhan utama  mereka  adalah  mendapatkan  kepercayaan  dan  kepastian  bahwa  dirinya  diterima  oleh lingkungan. Penerimaan lingkungan pada fase ini sangat menentukan bagi perkembangan hidup selanjutnya.  Kepercayaan  yang  diperoleh  dari  penerimaan  lingkungan  ini  dapat  menjadi  dasar bagi  kepercayaan  terhadap  diri  sendiri  dan  kesehatan  perkembangan  emosionalnya.  Apabila kondisi  orang  tua  saat  ini  dapat  melakukan  hubungan  yang  penuh  cinta  kasih  atau  secara naluriah  memberikan  kepercayaan  bahwa  kehadiran  bayi  tersebut  sangat  diinginkan  dan dikasihi  maka  diharapkan  akan  dapat  hidup  dalam  lingkungan  kasih  sayang.  Sebaliknya,  jika kehadiran  bayi  berikutnya,  orang  tua  bersikap  kurang  dapat  menerima,  acuh  tak  acuh,  apalagi penuh  kebencian,  dan  sebagainya,  tentunya  kehidupan  emosionalnya  terganggu.  Dengan demikian  secara  individual,  kedua  anak  tersebut  akan  mengalami  perbedaan  perkembangan
emosi pada masa­masa selanjutnya.
     Disiplin  yang  tegas  tetapi  disertai  kasih  sayang  akan  membantu  anak  dalam perkembangan  emosinya.  Sebaliknya  jika  disiplin  dilakukan  dengan  kaku  dan  tanpa  kasih sayang  akan  menimbulkan  sikap  keragu­raguan  pada  diri  anak  dan  bahkan  akan  kehilangan kepercayaan  pada  dirinya.  Apabila  ini  terjadi  pada  dua  anak  dalam  satu  keluarga (seayah/seibu) secara individual perkembangan emosinya akan jelas bisa dibedakan.




C.    Upaya Pengembangan Aspek Emosi
            Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi agar dapat berkembang kearah  memiliki  kecerdasan  emosional,  salah  satu  diantaranya  menggunakan  intervensi  yang dikemukakan  oleh  W.T.Grant  Consortium   tentang Unsur­unsur  Aktif  Program  Pencegahan, yaitu sebagai berikut :
1.      Pengembangan Keterampilan Emosional
       Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan                             emosional individu adalah :
·         Mengidentifikasikan dan memberi nama­nama atau label perasaan.
·         Mengungkapkan perasaan
·         Menilai Intensitas perasaan
·         Mengelola perasaan
·         Menunda pemuasan
·         Mengendalikan dorongan hati
·         Mengurangi stress
·         Memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan
2.      Pengembangan Keterampilan Kognitif
       Cara  yang  dapat  dilakukan  untuk  mengembangkan  keterampilan  kognitif  individu adalah:
·         Belajarlah  melakukan  dialog  batin  sebagai  cara  untuk  menghadapi  dan  mengatasi suatu masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.
·         Belajarlah  membaca  dan  menafsirkan  isyarat­isyarat  sosial;  misalnya:  menganali pengaruh  sosial  terhadap  perilaku  dan  melihat  diri  sendiri  dalam  perspektif masyarakat yang lebih luas.
·         Belajarlah  menggunakan  langkah­langkah  penyelesaian  masalah  dan  pengambilan keputusan;  misalnya:  mengendalikan  dorongan  hati,  menentukan  sasaran, mengidentifikasi  tindakan­tindakan  alternatif,  dan  memperhitungkan  akibat­akibat yang mungkin timbul.
·         Belajarlah memahami sudut pandang orang lain ( empati ).
·         Belajarlah  memahami  sopan  santun,  yakni  perilaku  mana  yang  dapat  diterima  dan mana yang tidak.
·         Belajarlah bersiakp positif terhadap kehidupan.
·         Belajarlah  mengembangkan  kesadaran  diri;  misalnya  mengembangkan  harapan­ harapan yang realistis terhadap diri sendiri
3.      Pengembangan Keterampilan Perilaku
       Cara  yang  dapat  dilakukan  untuk  mengembangkan  kerterampilan  perilaku  individu adalah;
·         Belajar  keterampilan  komunikasi  non­verbal, misalnya: berkomunikasi  melalui hubungan  pandangan  mata,  ekspresi  wajah,  gerak­gerik,  posisi  tubuh,  dan sejenisnya.
·         Belajarlah  keterampilan  komunikasi  verbal, misalnya:  mengajukan  permintaan­ permintaan  dengan  jelas,  menanggapi  kritik  secara  efektif,  menolak  pengaruh negatif,  mendengarkan  orang  lain,  ikut  serta  dalam  kelompok­kelompok  kegiatan positif yang banyak menggunakan komunikasi verbal, dan sejenisnya.
            Cara lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif  untuk mengembangkan emosi  remaja  agar  dapat  berkembang  ke  arah  memiliki  kecerdasan  emosional adalah  dengan  mengembangkan  kegiatan  yang  didalamnya  mengundang  materi yang  dikembangkan  oleh  Daniel  Golemen  (1995)  yang  kemudian  diberi  nama “Self­Science Curriculum”, yaitu sebagaimana dipaparkan berikut ini:
a.       Belajarlah  mengembangkan  kesadaran  diri:  caranya  adalah  dengan  mengamati diri Anda dan mengenali perasaan­perasaan anda; menghimpun kosa kata untuk mengungkapkan  perasaan;  memahami  hubungan  antara  pikiran,  perasaan,  dan reaksi emosional.
b.      Belajarlah mengambil keputusan pribadi: caranya adalah mencermati tindakan­ tindakan  dan  akibat­akibatnya;  memahami  apa  yang  menguasai  suatu keputusan,  atau  perasaan;  menerapakan  pemahaman  ini  ke  masalah­masalah yang cukup berat,seperti masalah seks dan obat terlarang.
c.       Belajarlah  mengelola  perasaan:  caranya  adalah  memantau  pembicaraan  sendiri untuk menangkap pesan­pesan negatif yang terkandung didalamnya( misalnya : Sakit hati yang mendorong amarah ).
d.      Belajarlah  menangani  stress:  caranya  adalah  mempelajari  pentingnya berolrahraga. Perenungan yang terarah, dan metode relaksasi.
e.       Belajar  berempati:  caranya  adalah memahami  perasaan  dan masalah  orang  lain dan berpikir dengan sudut pandang orang lain.
f.       Belajarlah berkomonikasi
g.      Belajarlah membuka diri
h.      Belajarlah mengembangkan pemahaman
i.        Belajarlah menerima diri sendiri
j.        Belajarlah mengembangkan tanggungjawab pribadi
k.      Belajarlah mengembangkan ketegasan
l.        Belajar dinamika­dinamika kelompok,dan
m.    Belajarlah menyelesaikan konflik
            Mendidik  anak  menjadi  orang  yang  kreatif  adalah  upaya  menyukseskan  masa  depan mereka. Banyak anak yang menjadi korban akibat dari salah didik yang berorientasi ke mata  pelajaran  yang  menempa  aspek  kognitif  semata  atau  menggembirakan  hati  yang sesaat.  Dengan  alasan  mencoba  meningkatkan  harga  diri  anak  melalui  pujian  dan penghargaan,  kita  manjadi  permissif  (membiarkan)  dalam  hal  disiplin  dan  menuntut terlalu  sedikit.  Dalam  upaya  memberi  mereka  dunia  yang  serba  menyenangkan  seperti dialam  mimpi,  kita  lupa  bahwa  stress  dan  ketidak  nyamanan  adalah  bagian  yang  sama penting  dalam  pengalaman  manusia  seperti  cinta  dan  kasih  sayang,  dan  ketika  kita membebaskan  mereka  dari  kesempatan  belajar  tentang  keterampilan  mengatasi masalah  yang  penting  dalam  menghadapi  rintanagan  dan  kekecewaan  yang  tak terhindarkan dalam dunia mereka kelak.
            Banyak  anak  yang  kelihatannya  sukses  dalam  menerima  pelajaran  tapi  ketika dihadapkan  kepada  kemampuan  untuk  memecahkan  masalah  dengan  cara  baru  tidak memperoleh  kemampuan  sama  sekali.  Padahal  ketika  menjalani  kehidupan  jusru persoalan kreatif menjadi lebih penting lebih­lebih dalam era yang serba tidak menentu.
D.    Teori Perkembangan Kepribadian
            Ada  beberapa  teori  yang  membahas  mengenai  perkembangan kepribadian  dalam  proses  sosialisasi.  Teori-teori  tersebut  antara  lain  Teori Tabula  Rasa,  Teori  Cermin  Diri,  Teori  Diri  Antisosial,  Teori  Ralph  Conton, dan Toeri Subkultural Soerjono Soekanto.
a.      Teori Tabula Rasa
            Pada  tahun  1690  John  Locke  mengemukakan  Teori  Tabula  Rasa  dalam
bukunya  yang  berjudul  “An  Essay  Concerning  Human  Understanding.” Menurut  teori  ini,  manusia  yang  baru  lahir  seperti  batu  tulis  yang  bersih dan  akan  menjadi  seperti  apa  kepribadian  seseorang  ditentukan  oleh pengalaman yang didapatkannya. Teori  ini mengandaikan bahwa  semua individu  pada  waktu  lahir  mempunyai  potensi  kepribadian  yang  sama. Kepribadian  seseorang  setelah  itu  semata-mata  hasil  pengalaman sesudah lahir (Haviland, 1989:398).
     Perbedaan  pengalaman  yang  dialami  seseorang  itulah  yang menyebabkan  adanya  bermacam-macam  kepribadian  dan  adanya perbedaan  kepribadian  antar  inividu  yang  satu  dengan  individu  yang lain.
     Teori  tersebut  tidak  dapat  diterima  seluruhnya.  Kita  tahu  bahwa  setiap orang  memiliki  kecenderungan  khas  sebagai  warisan  yang  dibawanya sejak  lahir  yang  akan  memengaruhi  kepribadiannya  pada  waktu dewasa.  Akan  tetapi  juga  harus  diingat  bahwa  warisan  genetik  hanya menentukan  potensi  kepribadian  setiap  orang.  Tumbuh  dan berkembangnya  potensi  itu  tidak  seperti  garis  lurus,  namun  ada kemungkinan  terjadi  penyimpangan.  Kepribadian  seseorang  tidak selalu berkembang sesuai dengan potensi yang diwarisinya. Warisan  genetik  itu  memang  memengaruhi  kepribadian,  tetapi  tidak mutlak  menentukan  sifat  kepribadian  seseorang.  Pengalaman  hidup, khususnya  pengalaman-pengalaman  yang  diperoleh  pada  usia  dini, sangat menetukan kepribadian individu.
b.      Teori Cermin Diri
     Teori  Cermin  Diri  (The  Looking  Glass  Self  )  ini  dikemukakan  oleh   Charles  H.Cooley.  Teori  ini  merupakan  gambaran  bahwa  seseorang hanya bisa berkembang dengan bantuan orang lain. Ada tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri.
·         Imajinasi  tentang  pandangan  orang  lain  terhadap  diri  seseorang, seperti bagaimana tingkah lakunya di mata orang lain.
·         Imajinasi  terhadap  penilaian  orang  lain  tentang  apa  yang  terdapat pada diri masing-masing orang. Misalnya, pakaian yang dipakai.
·         Perasaan  seseorang  tentang  penilaian-penilaian  itu,  seperti  bangga, kecewa, gembira, atau rendah hati.
c.       Teori Diri Antisosial
       Teori  ini  dikemukakan  oleh  Sigmund  Freud.  Dia  berpendapat  bahwa diri manusia mempunyai tiga bagian, yaitu id, superego, dan ego.
·         Id  adalah  pusat  nafsu  serta  dorongan  yang  bersifat  naluriah,  tidak social, rakus, dan antisosial.
·         Ego adalah  bagian  yang  bersifat  sadar  dan  rasional  yang  mengatur pengendalian  superego  terhadap  id.  Ego  secara  kasar  dapat  disebut sebagai akal pikiran.
·         Superego  adalah  kompleks  dari  cita-cita  dan  nilai-nilai  sosial  yang dihayati  seseorang  serta  membentuk  hati  nurani  atau  disebut sebagai kesadaran sosial.
d.      Teori Ralph dan Conton
     Teori  ini  mengatakan  bahwa  setiap  kebudayaan  menekankan serangkaian pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan itu.
e.       Teori Subkultural Soerjono Soekanto
     Teori  ini  mencoba  melihat  kaitan  antara  kebudayaan  dan  kepribadian dalam  ruang  lingkup  yang  lebih  sempit,  yaitu  kebudayaan  khusus (subcultural).  Dia  menyebutkan  ada  beberapa  tipe  kebudayaan  khusus yang memengaruhi kepribadian, yaitu sebgai berikut.
·         Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan.
·         Cara  hidup di kota dan di desa yang berbeda.
·         Kebudayaan khusus kelas sosial.
·         Kebudayaan khusus atas dasar agama.
·         Kebudayaan khusus atas dasar pekerjaan atau keahlian.
E.     Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
1.      Faktor Biologis
Faktor  biologis  merupakan  faktor  yang  berhubungan  dengan  keadaan  jasmani,  atau  seringkali  pula  disebut  faktor  fisiologis  seperti  keadaan  genetik,  pencernaan,  pernafasaan,  peredaran  darah,  kelenjar-kelenjar,  saraf,  tinggi  badan,  berat  badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani  setiap  orang  sejak  dilahirkan  telah  menunjukkan  adanya  perbedaan-perbedaan.  Hal  ini  dapat  kita  lihat  pada  setiap  bayi  yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang  ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing.  Keadaan  fisik  tersebut  memainkan  peranan  yang  penting  pada kepribadian seseorang.
2.      Faktor Sosial
     Faktor  sosial  yang  dimaksud  di  sini  adalah  masyarakat yakni manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk  juga  kedalam  faktor  sosial  adalah  tradisi-tradisi,  adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku  dimasyarakat itu.
     Sejak  dilahirkan,  anak  telah  mulai  bergaul  dengan  orangorang  disekitarnya.  Dengan  lingkungan  yang  pertama  adalah keluarga.  Dalam  perkembangan  anak,  peranan  keluarga  sangat  penting  dan  menentukan  bagi  pembentukan  kepribadian selanjutnya.  Keadaan  dan  suasana  keluarga  yang  berlainan memberikan  pengaruh  yang  bermacam-macam  pula  terhadap perkembangan kepribadian anak.
     Pengaruh  lingkungan  keluarga  terhadap  perkembangan anak  sejak  kecil  adalah  sangat  mendalam  dan  menentukan perkembangan  pribadi  anak  selanjutnya.  Hal  ini  disebabkan karena  pengaruh  itu  merupakan  pengalaman  yang  pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas  pengaruh  itu  sangat  tinggi  karena  berlangsung  terus menerus,  serta  umumnya  pengaruh  itu  diterima  dalam  suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh  yang  diterima  dari  lingkungan  sosial  makin  besar  dan meluas.  Ini  dapat  diartikan  bahwa  faktor  sosial  mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian.
3.      Faktor Kebudayaan
Perkembangan  dan  pembentukan  kepribadian  pada  diri masing-masing  orang  tidak  dapat  dipisahkan  dari  kebudayaan masyarakat  di  mana  seseorang  itu  dibesarkan.  Beberapa  aspek kebudayaan  yang  sangat  mempengaruhi  perkembangan  dan pembentukan kepribadian antara lain:


·         Nilai-nilai (Values)
Di  dalam  setiap  kebudayaan  terdapat  nilai-nilai  hidup  yang dijunjung  tinggi  oleh  manusia-manusia  yang  hidup  dalam kebudayaan  itu.  Untuk  dapat  diterima  sebagai  anggota  suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
·         Adat dan Tradisi.
Adat  dan  tradisi  yang  berlaku  disuatu  daerah,  di  samping menentukan  nilai-nilai  yang  harus  ditaati  oleh  anggota-anggotanya,  juga  menentukan  pula  cara-cara  bertindak  dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang
·         Pengetahuan dan Keterampilan.
Tinggi  rendahnya  pengetahuan  dan  keterampilan  seseorang  atau suatu  masyarakat  mencerminkan  pula  tinggi  rendahnya kebudayaan  masyarakat  itu.  Makin  tinggi  kebudayaan  suatu masyarakat  makin  berkembang  pula  sikap  hidup  dan  cara-cara kehidupannya.
·         Bahasa
Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan cirri-ciri  khas  dari  suatu  kebudayaan.  Betapa  erat  hubungan  bahasa dengan  kepribadian  manusia  yang  memiliki  bahasa  itu.  Karena bahasa  merupakan  alat  komunikasi  dan  alat  berpikir  yang  dapat menunukkan  bagaimana  seseorang  itu  bersikap,  bertindak  dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain.
·         Milik Kebendaan (material possessions)
Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan  modern  pula  alat-alat  yang  dipergunakan  bagi  keperluan hidupnya.  Hal  itu  semua  sangat  mempengaruhi  kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.

F.     Upaya Pengembangan Aspek Kepribadian
            Secara  umum,  kepribadian  itu  pada  dasarnya  dibentuk  oleh  pendidikan,  karena pendidikan menanamkan  tingkah  laku  yang  kontinyu  dan  berulang-ulang  sehingga menjadi  kebiasaan,  ketika  ia  dijadikan  norma,  kebiasaan  itu  berubah  menjadi  adat, membentuk  sifat,  sifat-sifat  seseorang  merupakan  tabi’at  atau  watak,  tabi’at rohaniah  dan  sifat  lahir  membentuk  kepribadian.  Hal  ini,  sesuai  dengan  definisi pendidikan,  yaitu  usaha  sadar,  teratur,  dan  sistematik  yang  dilakukan  oleh  orangorang  yang  diserahi  tanggung  jawab  untuk  mempengaruhi  anak  agar  mempunyai sifat  dan  tabi'at  sesuai  dengan  cita-cita  pendidikan.  Amir  Daien  Indrakusuma (1973:108),  menegaskkan  bahwa  kepribadian  itu  dapat  dibentuk  oleh  pendidikan, dan pendidikan  itu sendiri bersumber pada tiga pusat pendidikan, yaitu  lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
            Terbentuknya  kepribadian  pada  diri  seseorang,  itu  berlangsung  melalui perkembangan  yang  terus  menerus.  Seluruh  perkembangan  itu,  tampak  bahwa tiap  perkembangan  maju  muncul  dalam  cara-cara  yang  kompleks  dan  tiap perkembangan  didahului  oleh  perkembangan  sebelumnya.  Ini  berarti,  bahwa  perkembangan  itu  tidak  hanya  kontiyu,  tapi  juga  perkembangan  fase  yang  satu diikuti  dan menghasilkan  perkembangan  pada  fase  berikutnya. Menurut  Ahmad  D.Marimba  (1989:  88)  pembentukan  kepribadian  merupakan  suatu  proses  yang terdiri atas tiga taraf, yaitu:
1.      Pembiasaan
Pembiasaan  ialah  latihan-latihan  tentang  sesuatu  supaya  menjadi  biasa. Pembiasaan  hendaknya  ditanamkan  kepada  anak-anak  sejak  kecil,  sebab  pada masa  itu  merupakan  masa  yang  paling  peka  bagi  pembentukan  kebiasaan.Pembiasaan  yang  ditanamkan  kepada  anak-anak,  itu  harus  disesuaikan  dengan perkembangan jiwanya. Pendidikan  yang  diberikan  kepada  anak  sejak  kecil,  merupakan  upaya  dalam rangka  pembentukan  kepribadian  yang  baik.  Hal  ini,  sebagaimana  dikemukakan oleh  M.  Athiyah  al-Abrasy  (1990:105-107)  bahwa  para  filosof  Islam  merasakan betapa  pentingnya  periode  kanak-kanak  dalam  pendidikan  budi  pekerti,  dan membiasakan  anak-anak  kepada  tingkah  laku  yang  baik  sejak  kecilnya.  Mereka ini  semua  berpendapat  bahwa  pendidikan  anak-anak  sejak  dari  kecilnya  harus mendapat perhatian penuh.
Ibnu  Qoyyim  Al-Jauzi,  sebagaimana  dikutip  oleh  M.  Athiyah  al-Abrasy  (1990:107) mengemukakan,  bahwa  pembentukan  yang  utama  ialah  waktu  kecil,  maka apabila  seorang  anak  dibiarkan  melakukan  sesuatu  (yang  kurang  baik)  dan kemudian  telah  menjadi  kebiasaannya,  maka  akan  sukarlah  meluruskannya.
Tujuan  utama  dari  kebiasaan  ini,  adalah  penanaman  kecakapan-kecakapan berbuat  dan  mengucapkan  sesuatu  agar  cara-cara  yang  tepat  dapat  dikuasai oleh siterdidik yang terimplikasi mendalam bagi pembentukan selanjutnya. Kebiasaan Baik dapat membentuk kepribadian anak atau kepribadian siswa
2.      Pembentukan minat dan sikap
Dalam  taraf  kedua  ini,  pembentukan  lebih  dititik beratkan  pada  perkembangan  akal (pikiran,  minat,  dan  sikap  atau  pendirian). Menurut  Ahmad  D.  Marimba (1989:88) bahwa pembentukan pada taraf ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
a.       Formil
Pembentukan  secara  formil,  dilaksanakan  dengan  latihan  secara  berpikir, penanaman  minat  yang  kuat,  dan  sikap  (pendirian)  yang  tepat.  Tujuan  dari pembentukan formil ini adalah:
·         Terbentuknya  cara-cara  berpikir  yang  baik,  dapat  menggunakan  metode berpikir yang tepat, serta mengambil kesimpulan yang logis.
·         Terbentuknya minat  yang  kuat,  yang  sejajar  dengan  terbentuknya  pengertian. Minat  merupakan  kecenderungan  jiwa  ke  arah  sesuatu  karena  sesuatu  itu mempunyai arti bukan karena terpaksa.
·         Terbentuknya  sikap  (pendirian)  yang  tepat.  Sikap  terbentuk  bersama-sama dengan  minat.  Sikap  yang  tepat,  ialah  bagaimana  seharusnya  seseorang  itu bersikap  terhadap  agamanya,  nilai-nilai  yang  ada  di  dalamnya,  terhadap  nilainilai kesulitan, dan terhadap orang lain yang berpendapat lain.
b.      Materil
Pembentukan  materil  sebenarnya  telah  dimulai  sejak  masa  kanak-kanak,  jadi  sejak pembentukan  taraf  pertama,  namun  barulah  pada  taraf  kedua  ini  (masa  intelek dan  masa  sosial).  Anak-anak  yang  telah  cukup  besar  dan  mampu  menepis mana yang berguna dan mana yang tidak, harusnya dilatih berpikir kritis.
c.       Intensil
Pembentukan  intensil  yaitu  pengarahan,  pemberian  arah,  dan  tujuan  yang  jelas bagi  pendidikan  Islam,  yaitu  terbentuknya  kepribadian  muslim.  Untuk membentuk  ke  arah  mana  kepribadian  itu  akan  dibawa,  maka  di  samping pemberian  pengetahuan  juga  tentang  nilai-nilai.  Jadi,  bukan  hanya  merupakan pemberian  perlengkapan,  tetapi  juga  pemberian  tujuan  ke  arah  mana perlengkapan  itu  akan  dibawa.  Pada  segi  lain,  pembentukan  intensil  ini  lebih progresif  lagi,  yaitu  nilai-nilai  yang  mengarahkan  sudah  harus  dilaksanakan dalam  kehidupan.  Mungkin  masih  dengan  pengawasan  orang  tua,  tetapi  lebih baik lagi jika atas keinsyafan sendiri.
3.      Pembentukan kerohanian yang luhur
     Pada taraf ini, pembentukan dititik beratkan pada aspek kerohanian untuk mencapai kedewasaan  rohaniah,  yaitu  dapat  memilih,  memutuskan,  dan  berbuat  atas dasar kesadaran sendiri dengan penuh  rasa  tanggung  jawab, kecenderungan ke arah  berdiri  sendiri  yang  diusahakan  pada  taraf  yang  lalu,  misalnya  peralihan dari  disiplin  luar  ke  arah  disiplin  sendiri,  dari  menerima  teladan  ke  arah  mencari teladan, pada taraf ini diintensifkan.
            Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang diberikan oleh orang tua  dalam  keluarga,  baik  dalam  bentuk  bimbingan,  pendidikan,  maupun  perhatian merupakan  salah  satu  upaya  yang  dapat  membentuk  kepribadian  anak  atau kepribadian  siswa.  Selain  itu,  terdapat  pula  cara  lain  yang  dapat  dipergunakan dalam  membentuk  kepribadian,  yaitu  pembiasaan,  yang  bertujuan  untuk menanamkan kecakapan-kecakapan berbuat, mengucapkan sesuatu dengan tepat, dan  dapat  dikuasai  oleh  si  anak  serta  mempunyai  implikasi  yang  mendalam  bagi pembentukan kepribadian pada tahap selanjutnya.

















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik pada makalah ini, yaitu :
1.      Teori perkembangan emosi, diantaranya :
·         Teori James-Lange
·         Teori “Emergency” Canon
·         Teori  Scahcter – Singer
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi emosi, diantaranya:
·         Perubahan jasmani
·         Perubahan pola interaksi denga orang tua
·         Perubahan interaksi dengan teman-teman
·         Perubahan pandangan luar
3.      Upaya pengembangan aspek emos, diantaranya:
·         Pengembangan keterampilan emosional
·         Pengembangan keterampilan kognitif
·         Pengembangan keterampilan perilaku
4.      Teori perkembangan kepribadian, diantaranya:
·         Teori tabula rasa
·         Teori cermin diri
·         Teori antisocial
·         Teori Ralph dan Conton
·         Teori subkultural Soerjono Soekanto
5.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian, diantaranya:
·         Faktor biologis
·         Faktor social
·         Faktor kebudayaan
6.      Upaya pengembangan aspek kepribadian, diantaranya :
·         Pembiasaan
·         Pembentukan minat dan sikap
·         Pembentukan kerohanian yang luhur
B.     Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan pada makalah ini, yaitu :
1.      Manajemen emosi anda dengan baik. Karena keberhasilan sesorang tidak hanya ditentukan kecerdasannya semata tetapi emosi juga berpengaruh besar terhadap kesuksesan anda.
2.      Gunakan manajemen emosi ini untuk membimbing peserta didik agar dapat optimal dalam mengolah emosinya.

















DAFTAR PUSTAKA
M, Asrori. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Untan Press : Pontianak
U, Husna Asmara. 2004. Penulisan Karya Ilmiah. Fahruna Bahagia : Pontianak
Fatimah,  Enung. 2008.  Psikologi  Perkembangan  (Perkembangan  Peserta Didik).Bandung: CV. Pustaka Setia
Agus, Sujanto.1986. Psikologi Kepribadian, Jakarta: Aksara Baru.
Defabj.blogspot.co.id/2013/03/makalah­teori­perkembangan­emosi.html
Tiarprasetia.blogspot.co.id/2013/05/perkembangan­emosi­remaja.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar