Minggu, 03 Juli 2016

Dinasti Abbasiyah

A.    Proses Peralihan Kekuasaan
            Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali ibn Abdullah bin al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M.
            Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi   pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain mempunyai   kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan   keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.  Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim,   baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah   terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupaka kota yang penduduknya  menganut aliran Syi‘ah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara   terang-terangan dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan,   kota yang penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai  warga yang  bertemperamen pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah   terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan  yang  menyimpang.   Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan dukungan.
            Sejak Umar bin Abd. Aziz (717-720 M / 99-101 H) -khalifah ke-8 dari Daulah Umayyah - naik tahta telah muncul gerakan oposisi yang hendak menumbangkan Daulah tersebutyang dipimpin oleh Ali bin Abdullah, cucu Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi dari kelompok Sunni. Kelompok Sunni ini berhasil menjalin kerja sama dengan kelompok Syi’ah,karena mereka sama-sama keturunan Bani Hasyim. Kedua kelompok di atas juga menjalin kerja sama dengan orang-orang Persia, karena orang-orang Persia dianaktirikan oleh Daulah Umayyah, baik secara politik,ekonomi maupun sosial. Padahal mereka sudah lebih dahulu memiliki peradaban maju.Tujuan aliansi adalah menegakkan kepemimpinan Bani Hasyim dengan merebutnya dari tangan Bani Umayyah. Untuk mencapai tujuan itu berbagai kelemahan Daulah Umayyah, mereka manfaatkan sebaik-baiknya.
            Mereka melantik dan menyebar para propagandis terutama untuk daerah-daerah yang penduduknya mayoritas bukan orang Arab. Tema propagandis ada dua. Pertama, alMusawah (persamaan kedudukan), dan kedua, al-Ishlah (perbaikan) artinya kembali kepada ajaran al-Qur’an dan Hadits. Tema pertama amat menarik di kalangan muslim nonArab. Karena mereka selama ini dianaktirikan oleh DaulahUmayyah, baik secara politik, sosial dan ekonomi. Sedangkantema kedua menarik di kalangan banyak ulama Sunni karena mereka melihat para khalifah Daulah Umayyah telah menyimpang dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi,
            Pada mulanya mereka melakukan gerakan rahasia di bawah pimpinan   Muhammad bin Ali al-Abbasy. Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh   anaknya Ibrahim. Ketika aliansi dipimpin oleh Ibrahim binMuhammad, gerakan itu berubah menjadi terang-terangan. Perubahan itu terjadi setelah mereka mendapat sambutan luas, terutama di wilayah Khurasan yang mayoritas penduduknya muslim non Arab, dan setelah masuknya seorang Jenderal cekatan ke dalam gerakan ini, yaitu Abu Muslim al-Khurasany. Dia dikirim Ibrahim sebagai propagandis ke tanah kelahirannya dan mendapat sambutan yang baik dari penduduk. Dia membentuk pasukan militer yang terdiri dari 2.200 orang infantri dan 57 pasukan berkuda.
            Pemimpin Daulah Umayyah berhasil menangkap Ibrahim dan mereka membunuhnya. Pimpinan aliansi dilanjutkan oleh saudaranya Abdul Abbas yang kelak menjadi khalifah pertama Daulah Abbasiyah. Abdul Abbas memindahkan markasnya ke Kufah dan bersembunyi di situ. Pada saat  itu Abu Muslim memerintahkan panglimanya, Quthaibah bin Syahib untuk merebut Kufah. Dalam gerakannya menuju Kufah, dia dihadang oleh pasukan Daulah Umayyah di Karbela. Pertempuran sengit pun terjadi. Dia memenangkan peperangan itu. Akan tetapi dia tewas.Anaknya Hasan memegang kendali selanjutnya dan bergerak menuju Kufah, dan melalui pertempuran yang tidak begitu berarti, kota Kufah itu dapat ditaklukkan. Abdul Abbas keluar dari persembunyiannya dan memperoklamirkan dirinyasebagai khalifah pertama, yang diberi nama dengan Daulah Abbasiyah dan dibai’at oleh penduduk Kufah di mesjid Kufah.
            Mendengar hal itu, khalifah Marwan menggerakkan pasukan berkekuatan 120.000 orang tentara menuju Kufah.Untuk itu, Abdul Abbas memerintahkan pamannya Abdullah bin Ali menyongsong musuh tersebut. Kedua pasukan itu bertemu di pinggir sungai Zab, anak sungai Tigris. Pasukan Umayyah berperang tanpa semangat dan menderita kekalahan. Abdullah bin Ali melanjutkan serangan ke Syiria. Kota demi kota berjatuhan. Terakhir Damaskus, ibu kota DaulahUmayyah menyerah pada tanggal 26 April 750 M. Namun khalifah Marwan melarikan diri ke Mesir, dan dikejar oleh pasukan Abdullah. Akhirnya dia tertangkap dan dibunuhpada tanggal 5 Agustus 750 M.
            Dengan demikian, setelah Marwan bin Muhammad terbunuh sebagai khalifah terakhir Daulah Umiayah, maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah. Sementara orang-orangSyi’ah tidak memperoleh keuntungan politik dari kerjasama ini, dan mereka terpaksa memainkan peranan lagi sebagai kelompok oposisi pada pemerintahan Daulah Abbasiyah.




B.     Periodisasi Dinasti Abbasiyah
            Para ahli sejarah biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1.      Periode  pertama  (132  H/750  M  –  232  H/847  M),  yang  dinamakan  periode pengaruh Persia pertama.
2.      Periode kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), yang dinamakan periode pengaruh Turki pertama.
3.      Periode  ketiga  (334  H/945  M  –  447  H/1055  M),  yang  dinamakan  periode pengaruh  Persia  kedua.  Periode  ini  juga  disebut  periode  kekuasaan  Dinasti Buwaih dalam pemerintahan Abbasiyyah.
4.      Periode  keempat  (447  H/1055  M  –  590  H/1194  M),  yang dinamakan  periode pengaruh  Turki  kedua.  Periode  ini  disebut  juga  periode  kekuasaan  dinasti  bani Saljuk dalam pemerintahan Bani Abbasiyyah.
5.      Periode  kelima  (590  H/1194  M  –  656  H/1258  M),  yang  dinamakan  periode kekuasaan  penuh  Bani  Abbasiyyah.  Pada  periode  ini  pemerintahan  Bani Abbasiyyah bebas dari pengaruh dinasti lain. Akan tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.
            Pemerintahan Daulah Abbasiyah mengalami dua  masa, yaitu masa integrasi dan masa disintegrasi. Pertama,dikenal dengan periode integrasi ditandai dengan besarnya pengaruh Persia (750-847 M)sejak Khalifah pertama Abu Abbas al-Safah (750-754 M) sampai berakhirnya pemerintahan al-Watsiq (842-847 M), yang dikenal sebagai masa kejayaan Daulah Abbasiyah. Kedua sampai kelima adalah periode disintegrasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa DaulahAbbasiyah yang berkuasa selama lima ratus delapan tahundan diperintah oleh 37 khalifah telah mengalami pergeseran peran kekuasaan dari satu bangsa ke bangsa lainnya. Adapun ke tigah puluh tujuh khalifah tersebut adalah:


1.      Khalifah Abu Abbas al-Safah (750-754 M)
2.      Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M)
3.      Khalifah al-Mahdi(775-785 M)
4.      Khalifah al-Hadi (785-786 M)
5.      Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M)
6.      Khalifah al-Amin (809-813 M)
7.      Khalifah al-Makmun (813-833)
8.      Khalifahal-Muktasim(833-842 M)
9.      Khalifah al-Wasiq(842-847 M)
10.  Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M)
11.  Khalifah al-Muntasir (861-862M)
12.  Khalifah al-Mustain (862-866 M)
13.  Khalifah al-Muktaz (866-869 M)
14.  Khalifah al-Muhtadi (869-870 M)
15.  Khalifah al-Muktamid (870-892 M)
16.  Khalifah al-Muktadid (892-902 M)
17.  Khalifah al-Muktafi (902-908 M)
18.  Khalifah alMuktadir (908-932 M)
19.  Khalifah al-Kahir (932-934 M)
20.  Khalifah al-Radhi (934-940 M)
21.  Khalifah al-Muttaqi (940-944 M)
22.  Khalifah al-Mustakfi (944-946 M)
23.  Khalifah al-Muthi’(946-974 M)
24.  Khalifah al-Tha’i (974-991 M)
25.  Khalifah al-Kadir(991-1031 M)
26.  Khalifah al-Qaim (1031-1075 M)
27.  Khalifah al-Muqtadi (1075-1084 M)
28.  Khalifah al-Mustazhir (1084-1118 M)
29.  Khalifah al-Mustasid (1118-1135 M)
30.  Khalifah al-Rasyid (1135-1136 M)
31.  Khalifah al-Muqtafi (1136-1160 M)
32.  Khalifah al-Mustanjid (1160-1170)
33.  Khalifah al-Mustathi’ (1170-1180)
34.  Khalifah al-Nasir (1180-1224 M)
35.  Khalifah al-Zahir (1224-1226 M)
36.  Khalifah al-Mustansir (1226-1242 M)
37.  Khalifah al-Muktasim (1242-1258 M)


            Adapun  cara  pengangkatan khalifah di dalam Kerajaan Bani Abbasiyah adalah  sama seperti yang dilakukan oleh Kerajaan BaniUmaiyah yaitu menentukan sendiri bakal khalifah sebelum wafatnya;
a.       Abu  al  Abbas  al  Saffah  melantik  gantinya  Abu  Jaafar  al  Mansor  sebagai  bakal  khalifah;
b.      Khalifah  Harun  al  Rasyid    pula  melantik  ketiga-tiga  orang  anaknya  menjadi  Khalifah  atas  nasihat  para  pembesarnya  iaitu  al Amin, al Makmun dan al Mu'tasim.
c.       Al  Mu'tasim  melantik  anaknya  al  Wathiq.  Al  Wathiq  meninggaldunia tanpa melantik bakal khalifah. Pembesar-pembesar Negara melantik gantinya al Mutawakkil.
d.      Al  Mutawakkil  kemudian  mengikut  jejak  langkah  datuknya  Harun  al  Rasyid  dengan  melantik  tiga  orang  anaknya  ganti khalifah  yaitu  Muhammad  Muntasir  Billah,  Muhammad  al  Mu'taz  Billah  dan  al-Mustain. 
            Pola pemerintahan yang diterapkan berbedabeda   sesuai   dengan   perubahan   politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yangdijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah antara lain :
a.       Para   Khalifah   tetap   dari   keturunan   Arab,   sedang   para   menteri,   panglima,   Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali .
b.      Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik,ekonomi sosial dan kebudayaan.
c.       Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia .
d.      Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya .
e.       Para menteri turunan   Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.
C.    Kemajuan Pada masa Dinasti Abbasiyah
            Kemajuan  peradaban Abbasiyah disebabka oleh stabilitas politik dan kemajuan ekonomi kerajaan yang pusat kekuasaannya terletak di Baghdad. Adapun kemajuan peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Abbasiyah adalah :
1.      Bidang Politik  dan Pemerintahan
·         Memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Kemudian menjadikan Baghdad sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, social dan kebudayaan. Dijadikan “kota pintu terbuka” sehingga segala macam bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya. Dengan demikian jadilah Baghdad sebagai kota International yang sangat sibuk dan ramai.
·         Membentuk Wizarat untuk membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul Tanfiz sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah dan Wirazatul Rafwidl sebagai orang yang diberi kuasa untuk memimpin pemerintah, sedangkan khalifah sendiri hanya sebagai lambang.
·         Membentuk Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.
·         Membentuk Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk mebatasikewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad.
·         Membentuk Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat.
·         Memperluas fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al- Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
·         Menetapkan tanda kebesaran seperti al-Burdah yaitu pakaian kebesaran yang berasaldari Rasul, al-Khatim yaitu cincin stempel dan al-Qadlib semacam pedang, dan kehormatan. Al-Khuthbah pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah Jum’at, as-Sikkah  pencantuman nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz, lambang khalifah yang harus dipakai oleh tentara dan pegawai pemerintah untuk khalifah.
·         Membentuk organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yangmengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuaiPengadilan Negeri).
2.      Bidang Ekonomi
Pada masa awal pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi cukup stabil, devisa Negara penuh melimpah. Khalifah al-Mansur adalah tokoh ekonom Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan Negara (Baitul Maal).
Di sektor pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi dan kanal di sungai Eufrat dan Tigris yang mengalir sampai teluk Persia, sehingga tidak ada lagi daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi. Kemudian kota Baghdad di samping sebagai kota politik agama, dan kebudayaan, juga merupakan kota perdagangan terbesar di dunia, sedangkan Damaskus merupakan kota kedua. Sungai Tigris dan Eufrat menjadi kota transit perdagangan antar wilayah-wilayah Timur seperti Persia, India, China, dan nusantara dan wilayah Barat seperti Eropa dan Afrika Utara sebelum ditemukan jalan laut menuju Timur melalui Tanjung Harapandi Afrika Selatan. Selain itu, barang-barang kebutuhan pokok dan mewah dari wilayah Timur diperdagangkan dengan barang-barang hasil dari wilayah bagian Barat. Di kerajaan ini juga,sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain Linen di Mesir, Sutra di Suriah dan Irak, kertas di Samarkand, serta hasil-hasil pertanian seperti Gandum dari Mesir dan Kurma dari Irak.
3.      Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan kedalam Ma’had. Lembaga ini dikenal ada dua tingkatan. Pertama,Maktab/Kuttab dan masjid,yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan,menghitung, menulis, anak-anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama serta tempat penngajian dari ulama-ulama yang merupakan kelompok-kelompok (Khalaqah), tempat berdiskusi dan Munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan ruangan perpustakaan dengan buku-buku dari berbagai macam disiplin ilmu. Disamping itu,di masjid-masjid ini dilengkapi juga dengan berbagai macam fasilitas pendidikan penunjang lainnya. Kedua, bagi pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bisa pergi keluar daerah atau ke masjid-masjid atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran pengajaran), yang tidak mungkin tertampung di dalam ruang masjid. Maka pada perkembangan selanjutnya mulai di buka madrasah-madrasah yang dipelopori oleh Nizhamul Muluk. Lembaga inilah yang kemudian yang berkembang padamasa Dinasti Abbasyiah. Madrasah ini dapat di temukan di Baghdad, Balkar, Isfahan, Basrah,Musail dan kota lainya mulai dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.


4.      Gerakan Penerjemah
Pelopor gerakan penerjemah pada awal pemerintahan Dinasti Abbasyiah adalah khalifah al-Mansur yang juga membangun kota Baghdad. Dia mempekerjakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam seperti Nuwbhat, Ibrahim al-Fazari dan Ali Ibnu Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang Astronomi yang sangat berguna bagi kafilah dengan baik dari darat maupun laut. Buku tentang ketatanegaraan dan politik serta moral seperti kalila wa Dimma Sindhind dalam bahasa Persia diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Selain itu, Manuskrip berbahasa Yunani seperti logika karya Aristoteles, Al-Magest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dan Gerase,  Geometri karya Euclid. Manuskrip lain yang berbahasa Yunani Klasik, Yunani Bizantium dan Bahasa Pahlavi (Persia Pertengahan),bahasa Neo-Persia dan bahasa Syiria juga di terjemahkan.
     Penerjemahan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn Ibn Isyaq (w. 873 H) seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memeperkenalkan metode penerjemahan baru yaitu menerjemahkan kalimat, bukan kata per kata. Metode ini lebih dapat memahami isi naskah karena sturktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan sturktur kalimat dalam bahasa Arab.
     Pada masa al- Ma’mun karena keinginan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demikian pesat, dia membentuk tim penerjemah yang diketuai langsung oleh Hunayn Ibn Isyaq sendiri, dibantu Ishaq anaknya dan Hubaish keponakannya serta ilmuwan lain seperti QustaIbn Luqa, Jocabite seorang Kristen, Abu Bisr Matta Ibn Yunus seorang Kristen Nestorian, Ibn A’di, Yahya Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan seperti kedokteran. Keberhasilan penerjemahan juga didukung oleh fleksibilitas bahasa Arab dalam menyerab bahasa Asing dan kekayaan kosakata bahasa Arab.
5.      Baitul Hikmah
     Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Istitusi ini adalah kelanjutan dari  Jandishapur Academy yang ada pada masa Sasania Persia. Namun, berbeda dari istitusi pada masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbasiyah intitusi ini diperluas kegunaannya. Pada masa Harun ar-Rasyid intitusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian
     Sejak tahun 815 M, al-Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa ini juga, Bait al-Hikmah dipergunakan secara lebih modern yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Byzantium, bahkanEthiopia dan India. Selain itu Bait al-Hikmah berfungsi sebagai kegiatan studi dan riset astronomi untuk meneliti perbintangan dan matematika. Di institusi ini al-Ma’mun mempekerjakan Muhammad Ibn Hawarizmi yang ahli bidang al-Jabar dan Astronomi dan orang-orang Persia bahkan Direktur perpusatakaan adalah seorang nasionalis Persia dan ahli Pahlewi Sahl Ibn Harun.
6.      Bidang Keagamaan
·         Pada masa Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bil al-Ma’tsur dan Tafsir bi al- Ra’yi. Tokoh tafsir terkenal seperti IbnJarir at-Tabary, Ibn Athiyah, Abu Bakar Asam (Mu’tazilah), Abu Muslim Muhammad Ibn BahrIsfahany (Mu’tazilah), dll.
·         Dalam bidang Hadits, mulai dikenal ilmu pengklasifikasian Hadits secara sistematis dankronologis seperti, Shahih, Dhaif, dan Madhu’. Bahkan juga sudah diketemukan kritik Sanad,dan Matan, sehingga terlihat Jarrah dan Takdil Rawi yang meriwayatkan Hadits tersebut. Ahli Hadits terkenal di zaman ini adalah; Imam Bukhari (w 256 H), Imam Muslim (w261 H), Ibn Majah (w 273 H), Abu Daud (w 275 H), at-Tirmidzi, An- Nasa’I (303 H), dll.
·         Dalam bidang Fiqh, mucul kitab Majmu’ al-Fiqh karya Zaid Ibn Ali (w 740) yang berisi tentang Fiqh Syi’ah Zaidiyah. Kemudian lahir Fuqaha seperti Imam Hanafi (w 767 ), seorang hakim agung dan pendiri Madzhab Hanafi, Malik Ibn Anas (w 795 M), Muhammad Ibn Idris as- Syafe’i (820 M), Imam Ahmad Ibn Hambal ( w 855 M).
·          Dalam bidang filsafat dan Ilmu kalam, lahir para filosof Islam terkemuka seperti Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi, Abu Nasr Muhammad al-Farabi, Ibn Barjah, Ibn Tufail, dan Imam Ghazali. Dan ilmu Kalam, Mu’tazilah pernah menjadi Madzhab utama pada masa Harun ar-Radyid dan al- Ma’mun. diantara ahli ilmu Kalam adalah Washil Ibn Atha’, Abu Huzail al-Allaf, Adh Dhaam,Abu Hasan Asy’ary, dan Iman Ghazali.
·         Ilmu Lughah juga berkembang dengan pesat karena bahasa Arab semakin dewasa dan memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah Nahwu, Sharaf, Ma’ani, Bayan, Badi, Arudh, dan Insya. Ulama Lughah yang terkenal adalah Sibawaih (w 183 H), Mu’az al-Harra (w 187 H), Ali Ibn Hamzah al-Kisai (w 208 H), dll
·         Ilmu Tasawuf berkembang pesat terutama pada masa Abbasiyah II dan seterusnya. Diantaratokoh tasawuf yang terkenal adalah al-Qusayiri (w 456 H), Syahabuddin (w. 632 H), Imam al-Ghazali (w. 502 H), dan lain-lain
7.      Kemajuan Ilmu Pengetahuan Sains dan Teknologi
     Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dalam bidang ilmuPengetahuan, sains dan teknologi adalah
·         Astronomi, Muhammad Ibn Ibrahim al-Farazi (w. 777 M), ia adalah astronom muslim pertama yang membuat astrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Disamping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan Islam lainnya,seperti Ali Ibn Isa al-Asturlabi, al-Farghani, al-Battani, al-Khayyam dan al-Tusi.
·         Kedokteran,pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibn Rabban al-Tabari pengarang buku Firdaus al-Hikmah tahun 850 M, tokoh lainnya adalah ak-razi, al-Farabi, dan Ibn Sina.
·         Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir Ibn Hayyan (w. 815 M), al-Razi, dan al-Tuqrai yanghidp pada abad ke 12 M.
·         Sejarah dan Geografi, pada masa ini sejarawan ternama abad ke3 H adalah Ahmad Ibn al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad Ja’far Ibn Jarir al-Tabari. Kemudianahli Bumi yang termasyur adalah Ibn Khurdazabah (w. 913 H).
D.    Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah
            Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan di bawah pimpinan Al-Mahdi, Al-Hadi, Harun ar-Rasyid, Al-Makmun, Al-Muktasim, Al-Wasiq, dan Al-Mutawakkil. Berikut sekilas informasi mengenai khalifah pada masa keemasan Bani Abbasiyah tersebut:
1.      Al-Mahdi (775-785 M)
Al-Mahdi dilahirkan di Hamimah pada tahun 126 H. Sewaktu ayahnya, Al-Manshur, menjadi khalifah, Al-Mahdi berusia 10 tahun. Sementara itu, Isa bin Musa sebagai putra mahkota calon pengganti Al-Manshur menurut perjanjian yang dibuat oleh AbulAbbas ash-Shaffah.
Meskipun begitu, Al-Manshur berniat mencalonkan anaknya menjadi penggantinya kelak. Oleh karena itu, ia mengambillangkah-langkah untuk mengasuh dan mengajari anaknya ten tang kepahlawanan dan cara-cara memimpin tentara.
     Ketika Al-Mahdi menjadi khalifah, negara telah dalam keadaan stabil dan mantap, dapat mengendalikan musuh-musuh, dan kondisi keuangan pun telah terjamin. Maka dari itu, masa pemerintahan Al-Mahdi terkenal sebagai masa yang makmur dan hidup dalam kedamaian.
     Al-Mahdi memberi perintah supaya dibangun beberapa buah bangunan besar di sepanjang jalan yang menuju Makkah sebagai tempat persinggahan para musafir. Selain itu, ia juga memerintahkan agar dibuat kolam-kolam air demi kepentingan kelompok-kelompok kafilah dan hewan-hewan mereka, sekaligus mengadakan hubungan pos di antara kota Baghdad dan wilayah-wilayah Islam yang terkemuka.
2.     Al-Hadi (775-786 M)
Al-Hadi adalah khalifah pengganti Al-Mahdi, yang merupakan anaknya sendiri. Pada tahun 166 H, Al-Mahdi melantik pula anaknya lainnya, yaitu Harun ar-Rasyid sebagai putra mahkota calon pengganti Al-Hadi. Jikalau Al-Mahdi wafat, Al-Hadi dilantik menjadi khalifah yang menggantikannya secara resmi.
Khalifah Al-Hadi adalah khalifah yang tegas, walaupun ia gemar bersenda gurau, tetapi ini tidak melalaikannya dari memikul tanggung jawab. Seperti yang telah diketahui, ia berhati lembut, berjiwa bersih, berakhlak baik, baik tutur katanya, senantiasa berwajah manis, dan jarang menyakiti orang.
3.      Harun ar-Rasyid (785-809 M)
       Harun ar-Rasyid dilahirkan di Raiyi pada tahun 145 H. Ibunya adalah Khaizuran, mantan seorang hamba yang juga ibunda Al¬Hadi. Ia telah diasuh dengan baik agar berkepribadian kuat dan berjiwa toleransi.Ayahnya, Al-Mahdi, telah memikulkan beban yang berat, bertanggung jawab dalam memerintah negeri dengan melantiknyasebagai amir di Saifah pada tahun 163 H. Selanjutnya, pada tahun 164 H, Harun ar-Rasyid dilantik dan memerintah seluruh wilayah Anbar serta negeri-negeri di Afrika Utara. Harun ar-Rasyid telah melantik pula beberapa orang pegawai tinggi, yang bertugas mewakilinya di kawasan-kawasan tersebut.
       Kepribadian dan akhlak Harun ar-Rasyid dinilai baik dan mulia, yang menyebabkannya sangat dihormati dan disegani. Iatermasuk salah satu khalifah yang suka bercengkrama, alim, dan dimuliakan. Selain itu, is juga terkenal sebagai seorang pemimpin yang pemurah dan suka berderma. Ia pun menyukai musik dan ilmu pengetahuan, serta dekat dengan para ulama dan penyair.
       Pada zaman pemerintahan Harun ar-Rasyid, baitul rnal menanggung narapidana dengan memberikan makanan yang cukupserta pakaian. Sebelum itu, Al-Mahdi juga berbuat demikian, tetapi atas nama pemberian, sedangkan Harun ar-Rasyid menjadikannya sebagai tanggung jawab baitul mal.
       Khalifah Harun ar-Rasyid mampu membawa negeri yang dipimpinnya ke masa kejayaan, kemakmuran, dan kesejahteraan.Bahkan, hisa dikatakan bahwa masa keemasan Dinasti Abbasiyahpada masa kepemimpinan Harum ar-Rasyid. Wilayah Irak padamasa kekuasaannya menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebu¬dayaan di dunia Timur. Rota Baghdad menjadi ibu kota pemerintahan sekaligus kota terpenting di Irak. Hingga masa kekuasaan Al-Muktasim, ibu kota Dinasti Abbasiyah rnasih herada di Baghdad.
Berikut usaha-usaha Harun ar-Rasyid selama masa peme-rintahannya:
·         Mengembangkan bidang ilmu pengetahuan dan seni,
·         Membangun gedung-gedung dan sarana sosial,
·         Memajukan bidang ekonomi dan industri, serta
·         Memajukan bidang politik pertahanan dan perluasan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
4.      Al-Makmun (813-833 M)
Nama lengkap Al-Makmun adalah Abdullah Abdul Abbas al-Makmun. la ialah anak dari Khalifah Harun ar-Rasyid yang dilahirkan pada 15 Rabi'ul Awal tahun 170 H atau 786 M. Kelahirannya bertepatan dengan wafatnya sang kakek, yaitu Musa al-Hadi, juga bersamaan dengan masa ayahnya diangkat menjadi khalifah. Sedangkan, ibunda Al-Makmun adalah seorang mantan hamba sahaya yang bernama Marajil.
Selain sebagai seorang pejuang yang pemberani, Al-Makmun juga sebagai seorang pengusaha yang bijaksana. Semangat ber¬karya, bijaksana, pengampun, adil, dan cerdas merupakan sifat¬sifat yang menonjol dalam kepribadiannya.
Selama menjabat sebagai pemimpin Bani Abbasiyah, Al-Makmun telah berusaha melakukan perbaikan-perbaikan berikut:
·         Menghentikan berbagai gerakan pemberontakan demi men-ciptakan stabilitas dalam negeri.
·         Penertiban administrasi negara untuk penataan kembali sistem pemerintahan.
·         Pembentukan badan negara.
·         Pembentukan baitul hikmah dan majelis munazarah. Baitul hikmah berfungsi sebagai perpustakaan (daural-kutub), yang di dalamnya turut aktif para guru dan ilmuwan, yang aktivitasnya berupa penerjemahan, penulisan, dan penjilidan.
5.      Al-Muktasim (833-842 M)
Abu Ishak Muhammad al-Muktasim lahir pada tahun 187 H. Ibunya bernama Maridah. Ia dibesarkan dalam suasana ketentaraan, karena sifat berani dan minatnya menjadi pahlawan. Pada masa pemerintahan Al-Makmun, Al-Muktasim merupakan"tangankanannya" dalam menyelesaikan kesulitan dan memimpin peperangan. Selain itu, Al-Makmun juga melantik Al-Muktasum  sebagai pemerintah di negeri Syam dan Mesir, kemudian melantiknya pula sebagai putra mahkota.
Al-Muktasim menyandang jabatan khalifah sesudah wafatnya Al-Makmun. Iaberpindahke Samarabersama angkatan tentaranya. Di sana, ia mendirikan istana, masjid, dan sekolah-sekolah. Tidak lama kemudian, Samara semakin megah seperti Baghdad, tetapi is tidak pernah menggantikan Baghdad sebagai pusat intelektual yang besar. Hal ini juga didukung oleh kondisi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu, yang turut berkembang dengan pesat; bukan hanya ilmu pengetahuan umum, melainkan juga ilmu pengetahuan agama.
6.      Al-Wasiq (842-847 M)
Al-Wasiq dilahirkan pada tahun 196 H. Ibunya adalah keturunan Roma bernama Qaratis. Al-Wasiq berkepribadian luhur, berpikiran cerdas, dan berpandangan jauh dalam mengurus segala perkara. Ayahnya telah memberinya kekuasaan di Baghdad, ketika Al-Muktasim berpindah ke Samara bersama-sama dengan angkatan tentaranya, kemudian melantiknya sebagai putra mahkota calon khalifah.
Al-Wasiq telah menyandang jabatan khalifah setelah wafatnya Al-Muktasim, ayahnya. Al-Wasiq adalah penguasa yang sangat cakap, pemerintahannya mantap, dan penuh perhatian. Ia banyak memberikan uang dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahannya, industri maju dan perdagangan lancar.
7.      Al-Mutawakkil (847-861 M)
       AI-Mutawakkil atau Ja'far al-Mutawakkil adalah putra dari Al-Muktasim Billah (833-842 M) dari seorang wanita Persia. Ia menggantikan saudaranya Al-Wasiq. Selama masa pemerin-tahannya, Al -Mutawakkil menunjukkan rasa toleran terhadap sesama. Ia mengandalkan negarawan Turki dan pasukannya untuk untukmeredarn pemberontakan dan memimpin pasukan menghadapi pasukan asing. Ia wafat pada 11 Desember 861 M.
E.     Kemunduran Dinasti Abbasiyah
            Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor   penyebab   kemunduran ini tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena  Khalifah   pada   periode   ini   sangat   kuat,   benih-benih   itu   tidak   sempat  berkembang. Dalam  sejarah   kekuasaan   Bani   Abbas  terlihat   bahwa  apabila   Khalifah  kuat,   para  menteri cenderung  berperan  sebagai  kepala  pegawai  sipil,   tetapi  jika   Khalifah  lemah,  mereka  akan berkuasa mengaturroda pemerintahan.
            Disamping kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan   khilafah Abbasiyah   menjadi   mundur,   masing-masing   faktor   tersebut   saling   berkaitan   satu   sama lain. Beberapa diantara nya adalah sebagai berikut:
1.      Faktor Internal
a.       Persaingan antar Bangsa
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan   kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil,seorang Khalifah yang  lemah, naik tahta, dominasi  tentara Turki   tidak   terbendung   lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah berakhir.
b.      Kemerosotan Ekonomi
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara   morat-marit. Sebaliknya,   kondisi   ekonomi   yang   buruk   memperlemah   kekuatan politik Dinasti Abbasiyah.Kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan
c.        Konflik Keagamaan
Konflik  yang  melatarbelakangi   agama  tidak   terbatas  pada  konflik   antara  Muslim  dan Zindikatau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja, tetapi juga antara aliran dalam Islam.
d.       Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan
Kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama   telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan dan anak-anak   pejabat   sehingga   menyebabkan   roda   pemerintahan   terganggu   dan   rakyat menjadi miskin.

2.      Faktor Eksternal
a.       Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
b.      Serangan tentara Mongol kewilayah kekuasaan Islam.
            Jengis  Khan  dan  keturunannya  merupakan  salah  satu  penyebab  utama kehancuran  kekuasaan  politik  umat  Islam.  Jengis  Khan  berasal  dari  Mongolia. Setelah  menguasai  Peking  tahun  1212  M,  ia  mengalihkan  serangannya  ke Barat. Satu  demi  satu  dinasti-dinasti  Islam  jatuh  ke  dalam kekuasaannya. Transoxania dan  Khawarizm  jatuh  tahun  1219/1220  M;  dinasti  Ghazna  pada  tahun  1221  M; Azarbaijan tahun 1223 M; dan Saljuk di Asia Kecil tahun 1243 M. Serangan  ke  Baghdad,  ibu  kota  kekhalifahan  Abbasiyyah,  dilakukan  oleh Hulagu  Khan  (anak  Jengis  Khan).  Baghdad  dihancurkan oleh  Hulagu  Khan  pada tanggal  10  Februari  1258  M.  Dari  sini  ia  melanjutkan  ekspansinya  ke  Suriah  dan ingin  menuju  Mesir.  Tetapi  di  Ain  Jaluth  (Goliath)  ia  dikalahkan  oleh  Baybars, seorang  jenderal  Mamluk  dari  Mesir,  pada  tahun  1260 M.  Hulaghu  Khan  akhirya mendirikan dinasti Ilkhan di bekas kekuasaan Abbasiyah.
F.     Ilmuan-Ilmuan Islam
1.      Bidang Ilmu Naqli
a.      Ilmu Fiqh
     Pada masa Dinasti Abbasiyah, lahirlah para tokoh fuqaha’ (ahli fiqh) pendiri madzhab, yakni : Imam Abu Hanifah (700-767 M), Imam Malik (719-795 M), Imam Syafi’I (767-820 M), Imam Ahmad bi Hanbal (780-855 M).
b.      Ilmu Tafsir
Dari tafsir-tafsir yang ada, cara penafsirannya dibedakan menjadi dua, yakni :
·         Tafsir bi al-ma’tsur, yaitu menafsirkan al-Quran dengan hadist Nabi Muhammad SAW. Mufasir masyhur golongan ini pada masa Abbasiyah antara lain Ibnu Jarir ath-Thabari (dengan tafsirnya sebanyak 30 juz), Ibnu Athiyah al-Andalusy (Abu Muhammad bin Athiyah), serta Al-Suda yang mendasarkan penafsirannya pada Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan para sahabat lainnya.
·         Tafsir bial-ra’yi, yaitu menafsirkan al-Quran menggunakan akal, dengan memperluaskan pemahaman yang terkandung di dalamnya. Musafir masyhur golongan ini pada masa Abbasiyah antara lain Abu Bakar Asma (Mu’tazilah) dan Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany (Mu’tazilah), dengan kitab tafsirnya 14 jilid.
c.       Ilmu Hadist
     Hadist adalah sumber hokum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Di antara ahli hadist pada masa Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut : Imam Bukhari (194-256 M) dengan karyanya Shahih Bukhari, Imam Muslim (w.261 H) dengan karyanya Shahih Muslim,  Ibnu Majah, dengan karyanya Sunan Ibnu Majah,  Abu Dawud, dengan karyanya Sunan Abu Dawud, Imam Nasa’I, dengan karyanya Sunan Nas’I, Imam Baihaqi.
d.      Ilmu Kalam
Kajian para ahli ilmu kalam (teologi) mengenai dosa, pahala, surga neraka serta perdebatan tentang ketuhanan atau tauhid bisa menghasilkan suatu ilmu, yaitu ilmu kalam atau teologi. Di antara tokoh ilmu kalam adalah sebagai berikut : Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi (tokoh Asy’ariyah), Wasil bin Atha’ dan Abu Huzail al-Allaf (tokoh Mu’tazilah), Al-Juba’i.
e.       Ilmu Bahasa
     Ilmu-ilmu bahasa yag berkembang pada masa DInasti Abbasiyah adalah ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’, dan arudl. Dalam hal ini, bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahua sekaligus alat komunikasi antar bangsa. Di antara ahli ilmu bahasa ialah sebagai berikut: Imam Sibawaih (w.183 H) dengan karyanya terdiri atas 2 jilid setebal 1000 halaman, Al-Kisa;i. Abu Zakaria al-Farra (w.208 H), kitab Nahwu terdiri atas 6.000 halaman lebih.
2.      Perkembangan Bidang Ilmu Aqli
a.      Filsafat
·         Al-Kindi (811-874 M)
Masyhur sebagai filsuf muslim pertama. Ia mengarang sekitar 236 kitab tentang ilmu mantik, filsafat, handasah, hisab, music, nujum, dsb. Di antara karyanya adalah Kimiyatul Itri, Risalahfi Faslain, Risalah fi Illat an-Nafs ad-Damm.
·         Al-Farabi (870-950 M)
Di antara karyanya ialah Tahsilus Sa’adah, Assiyatul Madaniyah, Tanbih ala Sabilis Sa’adah dan lain-lain.
·         Ibnu Sina (980-1037 M)
Ia adalah seorang dokter dan filsuf pertama. Ibnu Sina meninggalkan karyanya sebayak 200 buah. Diantara karya filsafatnya adalah Al-Isyarat wa at-Tanbihat, Mantiq al-Masyriqiyyin dan lain-lain.
·         Ibnu Bajjah (453-523 H)
Beberapa karyanya terkait filsafat antara lain Tadbirul Muttawahhid, Fi an-Nafs dan Risalatul Ittisal.
·         Ibnu Rusyd (529-595 H)
Diantara karyanya dalam bidang filsafat adalah Mabadiul Falsafah, Tahafutut Tahafut, Kulliyan dan lain-lain.
·         Ibnu Thufail (225-287 H)
Diantara karyanya adalah Hayy bin Yaqzan.
·         Al-Ghazali (1058-1111 M)
Diantara karyanya adalah Tahafutul Falasifah, Ar-Risalatul Qudsiyah dan Ihya’Ulumuddin.
b.      Ilmu Kedokteran
·         Abu Zakaria Yahya bin Mesuwaih (w.242 H). Ia seorang ahli farmasi di Rumah Sakit Jundishapur, Iran.
·         Abu Bakar ar-Razi (864-932 M), yang dikenal sebagai Ghalien Arab.
·         Ibnu Sina. Karyanya yang terkenal adalah Al-Qanun fi ath-Thib tentang dan praktik ilmu kedokteran, serta pengaruh obat-obatan, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, yakni Canon of Medicine.
·         Ar-Razi. Ia adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles, sekaligus penulis buku tentang kedokteran anak.
c.       Matematika
     Terjemahan dari buku-buku asing ke dalam bahasa Arab menghasilkan karya dalam bidang matematika. Di antara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi. Ia adalah pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu angka nol. Sedangkan, angka lain 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 0 disebut angka Arab, karena diambil dari Arab. Sebelumnya, dikenal angka Romawi I,II,III,IV,V dan seterusnya. Tokoh lainnya adalah Abu al-Wafa Muhammad bin Ismail bin al-Abbas (940-998 M) yang terkenal sebagai ahli ilmu matematika.
d.      Farmasi
Di antara ahli farmasi pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Ibnu Baithar. Karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (mengupas tentang obat-obatan) serta Jami al-Mufradat al-Adawiyah (mengkaji tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
e.       Ilmu Astronomi
·         Abu Manshur  al-Falaki (w.272 H). Karyanya yang terkenal adalah Isbat al-Ulum dan Hayat al-Falak.
·         Jabir al-Batani (w.319 H). Ia adalah pencipta teropong bintang pertama. Karyanya yang terkenal adalah kitab Ma’rifat Mathil Buruj Baina Arbai al-Falak.
·         Raihan al-Bairuni (w.440 H). Karyanya adalah At-Tafhim li Awal as-Sina at-Tanjim.
·         Al-Farazi pencipta Astro Lobe
·         Abul Wafat menemukan jalan ketiga dari bulan.
f.       Geografi
·         Abul Hasan al-Mas’udi (w.345 H atau 956 M). Ia adalah seorang penjelajah yang mengadakan perjalanan ke Persia, India, Sri Lanka dan Tiongkok, sekaligus penulis buku berjudul Muruj az-Zahab wa Ma’din al-Jawahir.
·         Ibnu Khurdazabah (820-913 M). Ia berasal dari Prsia, yang dianggap sebagai ahli geografi tertua. Diantara karyanya adalah Masalik wa al-Mamalik, yang membahas tentang data-data penting terkait sistem pemerintahan da peraturan keuangan.
·         Ahmad el-Ya’kubi. Ia adalah penjelajah yang pernah mengadakan perjalanan ke Armenia, Iran, India, Mesir dan Maghribi, sekaligus penulis buku berjudul Al-Buldan.
·         Abu Muhammad al-Hasan al-Hamdani (w.334 H atau 946 M). Karyanya berjudul Sifatu Jazirah al-Arab.
g.      Sejarah
Pada masa Dinasti Abbasiyah muncul tokoh-tokoh sejarah diantaranya ialah Ahmad bin Ya’kubi (w.895 M) dengan karyanya berjudul Al-Buldan (negei-negeri) dan At-Tarikh (sejarah).
h.      Sastra
·         Abu Nuwas. Ia termasuk salah satu penyair terkenal dengan cerita humornya.
·         An-Nasyasi. Ia adalah penulis buku berjudul Alfu Lailah wa Lailah (The Arabian Night). Buku ini merupakan buku cerita “Seribu Satu Malam” yang snagat terkenal dan diterjemahka ke dalam hamper seluruh bahasa dunia.